Beranda Opini Pentingnya Sistim Peringatan Dini dan Pendidikan Kebencanaan

Pentingnya Sistim Peringatan Dini dan Pendidikan Kebencanaan

BERBAGI
Ilustrasi (Sumber: Google)

Opini | DETaK

Oleh Baihaqi

Ilustrasi (Sumber: Google)
Ilustrasi (Sumber: Google)

Hidup di Indonesia tak lepas dari aktivitas bencana, baik bencana alam seperti longsor,angin puting beliung,gunung berapi, terlebih gempa bumi bahkan tsunami. Indonesia yang kaya akan alamnya yang masih utuh juga kaya akan potensi-potensi bencana yang dikandungnya. Hal itulah yang menyebabkan Indonesia kaya akan barang tambang, tanah yang subur, serta potensi alam lainnya yang Allah berikan. Namun terkadang bencana non-alam seperti gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit juga menjadi ancaman yang intensitasnya tinggi. Belum lagi bencana sosial yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Jenis jenis bencana tersebut kesemuanya terjadi dan dirasakan oleh masyarakat dan untuk itu perlu sikap-sikap pencegahan ( mitigasi ) untuk meminimalisir kerugian harta, jiwa dan lainnya

Iklan Souvenir DETaK

Menurut Undang-undang Tentang Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007 , didefenisikan bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) merupakan serangkaian sistim untuk memberitahukan akan timbulnya kejadian alam, dapat berupa bencana maupun tanda-tanda alam lainnya. Peringatan dini pada masyarakat atas bencana merupakan tindakan memberikan informasi dengan bahasa yang mudah dicerna oleh masyarakat. Informasi dini terhadap bencana didapatkan dengan dua macam cara yaitu secara konvensional dan secara modern. Cara Konvensional lebih mengarah kepada pengenalan bencana dan gejala-gejala yang muncul sebelum terjadinya bencana, yang disesuaikan dengan karakteristik bencananya. Sedangkan secara modern Modern lebih mengarah kepada pengenalan bencana yang dilakukan dilakukan dengan pemantauan aktivitas di atmosfer secara periodik dengan satelit maupun peralatan berteknologi tinggi.

Aceh telah memiliki beberapa Sistim peringatan dini tsunami ( Tsunami Early Warning System ) yang ditempatkan di beberapa titik rawan tsunami sehingga alat tersebut akan berbunyi ketika terjadi gempa yang berpotensi tsunami. Berbeda dengan masyarakat Simeulue yang dipisahkan oleh laut yang menganalogikan kata-kata Tsunami dengan sebutan Smong. Smong ( Tsunami ) pernah terjadi di Simeulue pada tahun 1907 silam sehingga karena “penganalogian “ kata-kata tsunami tersebut, kesiapsiagaan mereka sangat efektif yaitu menyelamatkan diri dengan cara mencari ke tempat yang lebih tinggi agar terhindar dari amukan gelombang raksasa sehingga dapat memperkecil korban jiwa. Artinya, masyarakat Simeulue telah melaksanakan pendidikan kebencanaan sejak dahulu secara turun temurun yang outputnya melahirkan sebuah sistim peringatan dini tsunami secara konvensional.

Terbakarnya Bank Aceh pada Rabu lalu juga termasuk kedalam kategori bencanan non-alam. Kebakaran yang terjadi tersebut bisa jadi akibat dari gagalnya sistim keamanan maupun sistim peringatan dini kebakaran yang tersedia pada gedung tersebut dan sangat disayangkan hingga menelan korban jiwa pegawai Bank Aceh itu sendiri.. Ini membuktikan ada sistim keamanan dan sistim peringatan dini yang salah ataupun tidak tersedia pada gedung sehingga gedung tersebut ludes terbakar . Memang bencana kebakaran merupakan bencana yang paling sering terjadi pada masyarakat, mulai dari tingkat kecil hingga besar, mulai dari perumahan hingga gedung mewah. Idealnya sebuah gedung memiliki Sistim Tanda Bahaya Kebakaran ( Fire Alarm System), Sistem Hidran Kebakaran (Fire Hydrant System ), Sistem Pemercik Otomatis        ( Fire Automatic Spinkler System ), serta Alat Pemadam Api Ringan ( Portable Fire Extinguisher ). Keseluruh sistim tersebut harus dimiliki oleh sebuah gedung sebagai sistim peringatan dini kebakaran untuk menekan korban jiwa dan harta. Kita tidak tahu apakah sistim tersebut tersedia serta berfungsi dengan baik pada gedung-gedung di Aceh atau tidak. Kenyataan yang kita lihat, gedung Bank Aceh sendiri ludes terbakar, artinya harus dilakukan evaluasi sistim peringatan dini kebakaran dan menjadi pelajaran bagi kita semua betapa pentingnya sistim tersebut.

Puting Beliung yang terjadi pada kamis lalu di beberapa daerah di Pidie, Banda Aceh, Aceh Timur, dan Nagan Raya juga menyisakan banyak kerusakan dan juga banjir yang menerjang sebagian wilayah Aceh Tengah hingga banjir bandang yang menerjang wilayah desa Alue Ketapang Pidie Jaya hingga menelan korban jiwa. Ini membuktikan bahwa sangat banyak potensi bencana didaerah sekeliling kita yang perlu disosialisasikan kepada masyarakat melalui pendidikan kebencanaan.

 Ketidaktahuan Masyarakat

Pendidikan kebencanaan terhadap masyarakat haruslah diprioritaskan, terlebih kepada masyarakat yang berisiko terkena bencana, pada institusi lembaga pendidikan pun baiknya melakukan penambahan pelajaran mengenai pendidikan kebencanaan. Kepopuleran sebuah kosakata bencana akan sangat berpengaruh terhadap kesiapsiagaan untuk menekan jumlah korban baik jiwa maupun harta.Ini sudah dibuktikan Tahun 2004 silam yang ketika itu kata-kata Tsunami sangat-sangat tidak pernah didengar oleh masyarakat Aceh sehingga timbul pertanyaan dengan kata-kata khas Aceh “ Tsunami, Peu Binatang Nyan? ( Tsunami, Makhluk apa itu ? ) “. Terdengar kabar pada saat itu masyarakat sibuk memilih ikan di laut karena air laut surut sejenak yang mereka pikir itu adalah berkah setelah gempa bumi, padahal fenomena tersebut adalah pertanda tsunami yang akan tiba. Penulis kira ini adalah tugas kita bersama terlebih kepada pemerintah untuk sesering mungkin mengadakan pendidikan kebencanaan secara persuasif kepada seluruh lapisan masyarakat sehingga masyarakat sadar akan potensi bencana di tempat tinggalnya. Jika pun diperlukan relokasi, maka relokasi tersebut haruslah merujuk kepada sumber-sumber yang dapat menghidupi masyarakat, sehingga tidak menimbulkan permasalahan saat di relokasi. Pendidikan kebencanaan ini lebih efektif dan murah jika kita bandingkan dengan kegiatan-kegiatan pasca bencana seperti rekonstruksi dan rehabilitasi..

 Bencana Lain Yang Mengancam

Selain gempa bumi dan tsunami yang sangat mengancam daerah Aceh, terdapat beberapa ancaman potensi bencana lainnya yang harus segera disosialisasikan kepada masyarakat agar menambah wawasan mereka tentang bencana dan mengetahui kesiapsiagaan untuk mengurangi risiko bencana ( Disaster Risk ). Aceh memiliki ancaman potensi vulcano seperti Gunung Api Seulawah Agam di Kabupaten Aceh Besar, Gunung Api Jaboy di Pulau Weh,Gunung Api Geureudong dan Burni Telong di Kabupaten Bener Meriah,Gunung Api Peut Sagoe di Kabupaten Pidie,dan Gunug Api Leuser di Aceh Tenggara.

Pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh disebutkan terdapat beberapa kawasan rawan bencana berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Aceh yaitu : Kawasan rawan gempa bumi ditetapkan diseluruh wilayah Aceh., Kawasan yang berpotensi tinggi banjir yaitu Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Biereun, Aceh Utara, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Jaya, Aceh Barat Daya, Aceh Tenggara, Subulussalam dan Singkil., Kawasan gelombang pasang yang meliputi Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Lhokseumawe, Langsa, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, Subulussalam, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Jaya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Singkil, Simeuleu dan Sabang., Kawasan yang sering mengalami kekeringan yaitu Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Selatan dan Nagan Raya., Kawasan rawan abrasi yakni dipesisir wilayah yang meliputi Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireun, Lhokseumawe, Aceh Utara dan Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Barat, Aceh Selatan, Abdya, Singkil dan pulau terluar lain., Kawasan rawan angin badai meliputi Banda Aceh, Aceh Besar, Pesisir Utara Timur dan Pesisir Barat dan Selatan, Simeuleu dan Pulau Weh., Kawasan yang masuk dalam patahan aktif yaitu Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Barat dan Nagan Raya., Kawasan rawan tsunami berada di perairan Samudera Hindia dan Selat Malaka., Kawasan rawan erosi mencakup seluruh wilayah di sepanjang aliran sungai besar dan/atau sungai yang berarus deras., Kawasan rawan bahaya gas beracun kimia dan logam berat meliputi wilayah gunung api seperti Bener Meriah, Aceh Tengah, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Besar, Aceh Jaya dan Sabang. Kawasan rawan polusi air yakni, kawasan disekitar industri, pelabuhan dan pertambangan. Daftar tersebut merupakan RPJM berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang telah di tetapkan di Aceh, ini menunjukkan bahwa potensi ancaman bencana di Aceh tidak hanya gempa dan tsunami saja yang sudah sangat sering disosialisasikan pemerintah terhadap masyarakat Aceh, namun juga bencana lainnya yang harus segera dicerahkan kepada masyarakat sehingga dengan begitu kesiapsiagaan dan kesadaran masyarakat akan tercipta demi menekan korban jiwa dan harta.

Penulis adalah Remaja Mesjid Sibreh Sukamakmur, alumnus Geografi Al-Washliyah dan Mahasiswa Magister Ilmu Kebencanaan Unsyiah

Editor: Riska Iwantoni