Tapak Tilas Transfusi Darah Dunia

0
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter
Ist.

Artikel | DETaK

Oleh Firman Firdaus Nuzula

Sejak  tahun 2005 disetiap tanggal 14 Juni diperingati dengan Hari Donor Darah Se-dunia (HDDS), yang disambut antusias tak terkecuali oleh relawan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Iternasional. Sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang kebencanaan dan kemanusiaan, Palang Merah Indonesia selalu menjadi garda terdepan dalam mengangkat isu kemanusian.

PMI disetiap tahunnya memperingati HDDS. Hal ini dilakukan untuk mengkampanyekan kepada masyarakat bahwa menjadi relawan kemanusiaan itu sangat mudah, yaitu dapat dilakukan hanya dengan transfusi darah, yang bahkan sangat membantu sesama. Terlebih setelah didukung oleh teknologi yang sudah terbilang canggih, hal itu bukan menjadi alasan untuk enggan serta bermalas-malasan untuk membantu sesama. perjalanan transfusi darah pun tak semulus yang kita harapkan pada awalnya.

Perkembangan transfusi darah dimulai sejak abad 15,  yang dilakukan melalui mulut seperti yang disarankan oleh ahli kesehatan pada saat itu, dan akibat transfusi tersebut pendonor dan pasien yang membutuhkan darah pun meninggal dunia. Pada Abad 17 penelitian transfusi darah terus dilakukan, Harvey’s experiments yang meneliti sirkulasi darah untuk melakukan transfusi darah. Meski penelitian berhasil transfusi darah hanya bisa diterapkan ke sesama hewan.

Selanjutnya, pada 15 Juni 1667 penelitian tentang transfusi darah sempat terhenti. Transfusi darah dilakukan dari darah domba kepada seorang anak laki-laki berumur 15 tahun. Transfusi berhasil serta anak trsebut selamat, namun  karena jumlah darah yang ditransfusi kecil, mereka pun mengalami reaksi alergi. Pada tahun 1670 Dr. Jean-Baptiste Denys terus melakukan percobaan-percobaan dan pada saat inilah penelitian tentang transfusi darah dihentikan karena dalam percobaan penelitian tersebut menelan korban jiwa yaitu Baron Bonde dan Antoine Mauroy.

Dengan kegigihan para peneliti terdahulu, penelitian transfusi darah tetap dilakukan, hingga pada tahun 1900 ditemukannya golongan darah oleh Karl Landsteiner. Golongan darah disebut sistem ABO atau yang kita kenal dengan golongan darah A,B, AB dan O. Atas penemuannya Karl Landsteiner mendapatkan penghargaan nobel dalam bidang psikologi dan kesehatan pada tahun 1930. Perkembangan terus berlanjut hingga sistem transfusi darah semakin canggih. Hinga sampai saat ini transfusi darah dilakukan secara tidak lansung.

Semakin berkembang dengan zamannya, patut kita syukuri dan apresiasi kepada para peneliti yang senantiasa mengembangkan ilmu transfusi darah hingga saat ini kita bisa menikmati kesuksesannya sekarang, tanpa harus menelan nyawa pendonor.

Lalu, mengapa 14 juni ditetapkan sebagai Hari Donor Sedunia?

Untuk mengenang jasa Karl Landsteiner yang menjadi salah satu cikal bakal kemajuan dalam sejarah transfusi darah, maka berdasarkan kesepakatan WHO, Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan sabit Merah, Federasi Internasional Organisasi Donor Darah dan Perhimpunan Internasional Transfusi Darah, menetapkan hari lahir Karl Landsteiner (14 Juni) sebagai Hari Donor Darah Sedunia.

Selain itu penetapan HDDS ini dilakukan untuk menarik sukarelawan darah baru dan sebagai penghargaan kepada pendonor darah di seluruh dunia yang secara rutin mendonorkan darahnya.

Bagaimana dengan pendonor darah sukarela di kampus Unsyiah ?

Berdasarkan data yang dihimpun oleh UKM KSR PMI Unit 01 Universitas Syiah Kuala dalam kurun 5 tahun terakhir, Unsyiah sudah mengumpulkan kantong darah sebanyak 8.541 kantong darah. Dengan rincian sebagai berikut:

Dari data tersebut peningkatan kantong darah yang signifikan pada tahun 2014 dipengaruhi oleh adanya kegiatan seminar donor darah  yang diselenggarakan oleh UKM KSR PMI Unit 01 Unsyiah.

Jumlah kantong darah tersebut masih terbilang sedikit, jika kita akumulasikan dari hasil kantong darah dengan jumlah mahasiswa yang aktif pada kampus Unsyiah, maka hasilnya sangat jauh dari yang diharapkan. Namun, pencapaian ini sudah cukup menghantarkan Unsyiah menjadi kampus yang paling banyak mengumpulkan kantong darah di Aceh. Ini merupakan prestasi bagi Unsyiah. Upaya demi upaya sedang dilakukan, peran Mahasiswa, staff, dan seluruh Ormawa yang ada di Unsyiah sangat diperlukan demi terwujudnya kampus Universitas Syiah Kuala yang humaniora.[]

Relawan KSR PMI 01 Unsyiah dan Pendonor Berfoto Bersama dalam Peringatan HDDS 2017 di lapangan Tugu Unsyiah. (05/17). Dok. Pribadi.

Penulis Merupakan Mahasiswa Jurusan Psikologi Fakultas Kedokteran Unsyiah angkatan 2014, yang juga aktif sebagai komandan UKM PMI KSR 01 Unsyiah.

Editor: Dinda Triani

Comments

comments

alterntif text

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY