Dari Ganja Hingga Hubungan Seks
Kepulan asap rokok memenuhi ruangan kecil berukuran 4 x 4 meter. Duduk bersandarkan bantal, mahasiswa bertubuh mungil itu mencoba melinting bakong Aceh (ganja, red). Beberapa menit kemudian, dengan tangan tergesa-gesa, mahasiswa Unsyiah itu segera menghidupkan mancis. Cesss…. Cess… asap kembali mengepul dari mulutnya.
Itulah aktifitas Rizky yang sempat saya lihat, dua pekan lalu. Bersama seorang temannya, Rizky kembali menjalani ritual nyimeng. Dengan sedikit menahan nafas, saya mencoba memberanikan diri untuk melihat lebih dekat aktifitas para mahasiswa itu. Kepulan asap dan bau yang menyengat, sempat membuat saya pusing.
Saban harinya, sepulang kuliah, Rizky mengajak beberapa temannya sesama mahasiswa untuk berpesta ganja. Tentunya di kamar kost di bilangan Darussalam itu. ”Kamar kost adalah satu-satunya tempat paling aman untuk menghisap ganja,” ujarnya datar, sambil mengepulkan asap.
Rizky adalah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Pendidikan (FKIP). Sedangkan salah seorang temannya, bernama Amri.
Menariknya, Rizky mengaku. Selain ganja, para mahasiswa ini juga membeli shabu-shabu bila ada uang. Bersama teman-temannya, Rizky membeli shabu-shabu bila mendapat kiriman uang dari kampung. Hal ini dilakukan dengan cara patungan (mengumpulkan uang).
Untuk masalah tempat bisa berganti-ganti. Minggu ini di kamar kost Rizky, minggu depan di tempat kost Amri atau kamar teman yang lain. Pastinya di kamar sesama mahasiswa pemakai. Menurut Amri, hal ini dilakukan untuk menghindari kecurigaan ibu kost.
Sesekali saya mencoba mengamati isi kamar Rizky. Tumpukan baju kotor, kasur lusuh tidak berseprai, buku dan robekan kertas berserakan dimana-mana. Saya mengelus dada, prihatin. Sungguh miris melihat kehidupan mahasiswa sebagai penerus bangsa.
Untuk menikmati ganja, Rizky memberi bocoran kepada saya. Jika perokok biasa, setelah menghisap, biasanya langsung dihembuskan. Akan tetapi, untuk nyimeng, ada triks tersendiri. Mereka tidak mengelurkan asap yang telah dihisap, akan tetapi diendapkan sejenak sampai bereaksi. ”Disitulah kenikmatan yang tidak ada duanya. Jika tidak diendapkan, kita tidak akan memperoleh kenikmatannya,” kata Rizky tanpa rasa bersalah.
Rizky mengisahkan, pada awalnya dia hanya seorang perokok biasa. Akan tetapi, pergaulan bebas telah merubah hidupnya, bermula dari coba-coba. ”Teman-teman mengatakan aku ini bencong, karena tidak berani menghisap ganja. Akhirnya aku pun mencobanya. Berawal dari situlah aku kecanduan,” kata Rizky dengan nada kesal.
Bukan hanya itu, pengakuan Rizky sempat membuat saya terkejut sekaligus prihatin. Sejak mengkonsumsi barang haram itu, Rizky sudah berkali-kali melakukan hubungan seksual di luar nikah. Para wanita yang dikencaninya bukan hanya dari kelas pelacur, melainkan juga para mahasiswa yang ia pacari. Hal ini juga dilakukan sebagian dari teman-temannya sesama pemakai.
“Kami melakukan hubungan seksual itu, ya…di kamar ini,” ujar mahasiwa bertubuh kurus kering itu.
Berbeda dengan Rizky. Amri mengaku tidak pernah melakukan hubungan seksual. Alasannya takut dosa. ”Tidak tahulah, walau nafsu seks bergebu-gebu setelah menghisap ganja, namun untuk yang satu ini saya tidak berani melakukannya,” kata Amri sambil memandang saya.
Kondisi yang sama dialami Nurdin, mahasiswa Fakultas Teknik Unsyiah ini menuturkan. Berbagai jenis narkoba telah ia coba. Mulai dari ganja, shabu hingga jenis pil (ekstasi).
Sebenarnya, sambung Nurdin, masih ada jenis narkoba yang lebih nikmat selain jenis-jenis yang disebutkannya tadi. Yaitu, putauw dan heroin. Akan tetapi, Nurdin belum pernah mencobanya. Alasan Nurdin, harga kedua barang itu terlalu mahal baginya. Selain mahal, kedua jenis ini sangat susah diperoleh di Aceh. “Jika pun ada yang memakai putauw dan heroin, hanya anak-anak orang kaya. Sangat berbeda dengan shabu, selain mudah didapat, harganya juga relative burah,” sebut Nurdin.
Nurdin mengisahkan, dunia narkoba dimulai dari coba-coba. Saat ia duduk di bangku SMA, teman-teman yang lebih dewasa sering mempengaruhinya untuk mencoba.
Shabu itu, sebut Nurdin, sangat jauh berbeda dengan ganja. Ganja akan membuat kita pusing dan pembawaan selalu malas. Sedangkan shabu, pemakai akan merasa tenang. “Pokoknya lebih enak shabu. Semua permasalahan hidup seperti hilang. Adrenalin bergerak cepat, sehingga badan terasa fit, gairah bekerja meningkat. Seperti ada tambahan tenaga. Namun, kita akan sulit tidur hingga berhari-hari,” jelas Nurdin bersemangat.
Untuk masalah seks, Nurdin membenarkan pendapat Rizky. Pengaruh shabu memancing keinginan melakukan hubungan seksual. Hasrat itu terasa begitu menggebu-gebu. Jika tidak ada tempat untuk melapiaskannya, si pemakai akan melakukan onani sebagai alternatifnya. Tapi, secara jujur Nurdin mengaku, dirinya belum pernah melakukan hubungan seks setalh nyabu.
Saat saya tanya mengapa ia tidak melakukan hubungan seks saat nafsu itu datang, Nurdin mengaku takut tertular Aids . “Untuk menyalurkan hasrat itu, saya biasanya melakukan onani,” kata Nurdin polos.
Parahnya, sambung Nurdin, tidak sedikit para pemakai narkoba bertindak kriminal. Seperti mencuri dan berjudi adalah hal yang biasa dilakukan para pemakai. Untuk tingkat awal, para pemakai yang kehabisan uang biasanya akan menjual handphone (HP), menggadaikan kendaraan hingga menipu orang tua di kampong. “Saya sendiri sudah menjual HP beberapa kali dan menipu orang tua. Jika memang sudah tidak memiliki uang untuk membeli narkoba, saya hanya bermain judi pertandingan bola kaki. Hasil menang judi itulah saya gunakan untuk membeli shabu,” ungkapnya.
Namun begitu, Nurdin telah mulai mencoba menghilangkan ketergantungan terhadap narkoba, agar bisa fokus kuliah. Selain itu, ia juga tidak tega menipu orang tuanya berulang-ulang. Atas niat itu, Nurdin mengaku tidak lagi memakai narkoba selama setahun terakhir, kecuali saat berkumpul bersama teman-teman lama. “Ngak enak rasanya jika menolak ajakan kawan-kawan, tapi itu hanya sesekali”. Ungkapnya.
Memakai narkoba dan melakukan hubungan seksual, ternyata bukan hal yang aneh bagi mahasiswa pemakai narkoba.
Namun semua itu sudah terjadi. Baik Rizky, Amir maupun Nurdin, sulit untuk berhenti dan merubah pola hidupnya. walau keinginan untuk hidup normal tetap ada. Sayangnya, mereka bertiga tidak tahu, sampai kapan hidup buram ini akan terus mereka jalani. ***
DETaK | Wirduna dan Arief Maulana
Short URL: https://detak-unsyiah.com/?p=93
well written blog. Im glad that I could find more info on this. thanks
thanks you very much
SULIT UNTUK BERHENTI ATAU TIDAK MAU BERHANTI…MASA MUDA TERBUANG SIA-SIA…MENYEDIHKAN…SEDIH THAT LON NA MAHASISWA ACEH MEUNAN…MEUEN INONG NYAN ADALAH BUT PALENG GEU LAKNAT LEE ALLAH SWT…SEMOGA YANG LAEN BEK MEUNAN…SALAM JUANG RAKAN-RAKAN KULIAH
Keadaan mahasiswa sekarang sangat memprihatinkan…
kurangnya pengetahuan agama dan kepedulian orang sekitar menjadikan Narkoba dan seks bebas merajalela di kampus….
mau di bawa ke mana aceh masa depan???