Herry [AM] | DETaK
Batoh – Seminar bertema “Cegah Korupsi, Selamatkan SDA Aceh” ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi Se-dunia. Kegiatan ini menghadirkan tiga narasumber, yang diadakan di Gedung Unmuha Convention Center (UCC) Ahmad Dahlan, Sabtu, 9 Desember 2017.
Acara dibuka secara langsung oleh Wakil Gubernur Aceh, Nova Iriansyah. Dalam sambutannya, ia mengatakan bahwa tren yang berkembang saat ini umumnya sorotan untuk kasus korupsi lebih banyak mengarah kepada jabatan-jabatan publik karena bersentuhan langsung dengan kepentingan umum.
“Saya harus terbuka mengatakan kita semua lemah, kita semua mungkin saja kena musibah, oleh karena itu seminar seperti ini akan selalu mengingatkan kita bahwa pencegahan korupsi harus dimulai dari diri sendiri. Setidaknya niat untuk tidak melakukan korupsi sudah dimulai dari kami, karena gubernur dan wakil gubernur adalah manusia biasa, kendali dan warning untuk tidak melakukan korupsi termasuk apa yang bapak dan ibu lakukan dalam seminar ini,” tuturnya.
Materi pertama disampaikan oleh Ali Amin. Wakil Rektor I Unmuha mengatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah menjadi extraordinary crime dengan dampak buruk yang luar biasa, diantaranya dampak ekonomi, sosial, politik, dan sebagainya.
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Ganjar Laksmana, menyatakan bahwa puluhan kali berkunjung ke Aceh, tetapi ia tidak melihat perubahan, pembangunan, peningkatan kesejahteraan yang cukup signifikan.
“Tidak cukup signifikan dibandingkan dengan kekayaan yang dimiliki oleh Aceh. Pasca reformasi, peningkatan kesejahteraan dan pembangunan di Aceh tidak berbanding lurus dengan eksploitasi sumber daya alamnya. Oleh karena itu, mahasiswa harus punya kepedulian. Ingat, bahwa kita berhak sejahtera lebih dari apa yang kita terima sekarang, dan sumber daya alam disini sangat memungkinkan untuk itu, tuntutlah pertanggungjawaban pemimpin,” tegasnya.
Kemudian pemateri terakhir, yaitu Febri Diansyah membagikan pengetahuannya. Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) itu memaparkan bahwa ketika mulai bersentuhan dengan birokrasi harus dipastikan berapa uang yang dibayarkan untuk masuk ke kas negara dan seperti apa kewenangan penyelenggara itu.
“Jadi membaca praktik korupsi jangan hanya membaca apa yang terjadi dan terlihat di TV, tapi konteks-kan pada apa yang Anda rasakan sendiri, karena itu sesungguhnya adalah miniatur dari korupsi. Kalau bicara tentang terlibat dalam pemberantasan korupsi, tapi Anda kompromi dari urusan yang paling dekat, jangan pernah bermimpi Anda akan menjadi bagian penting dari upaya pemberantasan korupsi,” ungkapnya.
Acara ini ditutup dengan deklarasi Rektor Unmuha mengenai pembentukan Pusat Studi Anti Korupsi Unmuha, yang ditandangani oleh rektor beserta tiga narasumber.[]
Editor: Maisyarah Rita