Redaksi detak-unsyiah.com menerima sumbangan tulisan dari mahasiswa atau kalangan umum. Setiap tulisan dapat dikirim ke email [email protected] dengan disertai identitas penulis. Terima Kasih
Akhir-akhir ini ada yang aneh di kampus, semenjak tragedi pemira 5 desember lalu kampus Jantong Hatee rakyat Aceh ini seakan tak berdenyut lagi. Kosong, hampa dan seperti tak ada kehidupan organisasi mahasiswa. Pasca kerusuhan 5 desember dan selama 2 minggu kemudian suasana panas, saling serang dan saling tuduh, semuanya merasa benar dan melakukan pembenaran atas kejadian 5 desember selalu saya temui di media-media sosial yang ada, sebuah catatan kelam kehidupan intelektual bernama mahasiswa. Pemira di pending agar suasana bisa dingin dan pada akhirnya hari ini terlalu dingin, kehidupan organisasi kampus menjadi mati suri. Sidang Umum yang harus diulang pun tak tau kapan dimulai.
Sebelum saya melanjutkan tulisan ini, izinkan untuk mengutip puisi Gus Mus (K.H. Mustofa Bisri) yang berjudul “Aku merindukanmu Oh Muhammadku”
Aku merindukanmu oh Muhammadku
Sepanjang jalan kulihat wajah-wajah yang kalah
menatap mataku yang tak berdaya
sementara tangan-tangan perkasa
terus mempermainkan kelemahan
airmataku pun mengalir mengikuti panjang jalan
mencari-cari tangan lembut-wibawamu
Dari dada-dada tipis papan
terus kudengar suara serutan
derita mengiris berkepanjangan
dan kepongahan tingkah-meningkah
telingaku pun kutelengkan
berharap sesekali mendengar
merdu-menghibur suaramu
Aku merindukanmu oh Muhammadku
Ribuan tangan gurita keserakahan
menjulur-julur ke sana kemari
mencari mangsa memakan kurban
melilit bumi meretas harapan
aku pun dengan sisa-sisa suaraku
mencoba memanggil-manggilmu
Oh Muhammadku, oh Muhammadku
Di mana-mana sesama suadara
saling cakar berebut benar
sambil terus berbuat kesalahan
Qur’an dan sabdamu hanyalah kendaraan
masing-masing mereka yang berkepentingan
aku pun meninggalkan mereka
mencoba mencarimu dalam sepi rinduku
Aku merindukanmu oh Muhammadku
Sekian banyak Abu Jahal Abu Lahab
menitis ke sekian banyak umatmu
Oh Muhammadku-salawat dan salam bagimu-
bagaimana melawan gelombang kebodohan
dan kecongkakan yang telah tergayakan
bagaimana memerangi umat sendiri?
Oh Muhammadku
Aku merindukanmu oh Muhammadku
Aku sungguh merindukanmu.
Puisi yang dibuat Gus Mus belasan tahun yang lalu ini ternyata masih sangat relevan dengan kejadian-kejadian yang ada di sekitar kita hari ini. “saling cakar berebut benar” bukan hanya dilakukan oleh elit-elit politik kita namun hal itu juga semakin merambah dan tumbuh subur di kalangan intelektual muda bernama “mahasiswa”. Kejadian yang paling aktual dan hangat adalah kejadian 5 desember kemarin.
Saya juga bingung, sebenarnya untuk apa kita masih terus selalu ngotot untuk merebut kursi-kursi kekuasaan yang ada di kampus. Sebagai mahasiswa tentu jabatan itu tak di gaji dan justru adalah sebuah tanggung jawab besar untuk memberikan manfaat sebanyak-banyak nya untuk kepentingan keseluruhan mahasiswa yang ada. Namun, apa yang terjadi sebenarnya tidak sesuai dengan harapan yang ada.
Saya coba obkejtif, selama 1 tahun ada di kampus Unsyiah saya belum terlalu merasakan manfaat dari teman-teman kepengurusan yang ada di PEMA (ini yang menjadi sumber masalah tiap tahun). Kalaupun ada yang dilakukan tak lebih kepntingan beberapa individu (ex: bidik misi) tapi tidak dengan kepentingan kolektif, dan kalau soal parkir itu pun masih jadi polemik. Keekslusifan menjadi tembok besar yang sangat susah ditembus, ego masing-masing kepentingan menyebabkan kepentingan orang banyak jadi terbengkalai. Walaupun begitu saya tetap mengapresiasi kinerja teman-teman pengurus PEMA tahun ini karena sangat eksis mengurus hal-hal eksternal, mulai dari pengawalan pilkada damai hingga aksi-aksi turun ke jalan untuk dukungan Palestina dsb.
Pemira untuk periode kedepan masih belum jelas kapan waktunya, kita masih menunggu sidang umum (SU) dimulai, tak tau kapan namun kita pantas menunggu. Saya hanya bisa berharap pemimpin mahasiswa kedepan adalah pemimpin yang bisa meruntuhkan kotak-kotak yang ada di kampus, serta bisa mengurus urusan internal dan eksternal sama baiknya, merangkul semua golongan sehingga cita-cita membuat Unsyiah yang lebih bermartabat bisa tercapai.
Dan akhirnya kita bisa mengambil pelajaran dari sajak-sajak puisi Gus Mus diatas. Bersatu kita teguh, bercerai kita tercerai berai. Selamat menunggu untuk proses kehidupan organisasi kampus Unsyiah kedepan.
Wassalam
Arif Zailani Siregar adalah mahasiswa Keperawatan Unsyiah
Redaksi detak-unsyiah.com menerima sumbangan tulisan dari mahasiswa atau kalangan umum. Setiap tulisan dapat dikirim ke email [email protected] dengan disertai identitas penulis. Terima Kasih
Unsyiah ku, Apa Kabarmu?
Arif Zailani Siregar
Akhir-akhir ini ada yang aneh di kampus, semenjak tragedi pemira 5 desember lalu kampus Jantong Hatee rakyat Aceh ini seakan tak berdenyut lagi. Kosong, hampa dan seperti tak ada kehidupan organisasi mahasiswa. Pasca kerusuhan 5 desember dan selama 2 minggu kemudian suasana panas, saling serang dan saling tuduh, semuanya merasa benar dan melakukan pembenaran atas kejadian 5 desember selalu saya temui di media-media sosial yang ada, sebuah catatan kelam kehidupan intelektual bernama mahasiswa. Pemira di pending agar suasana bisa dingin dan pada akhirnya hari ini terlalu dingin, kehidupan organisasi kampus menjadi mati suri. Sidang Umum yang harus diulang pun tak tau kapan dimulai.
Sebelum saya melanjutkan tulisan ini, izinkan untuk mengutip puisi Gus Mus (K.H. Mustofa Bisri) yang berjudul “Aku merindukanmu Oh Muhammadku”
Aku merindukanmu oh Muhammadku
Sepanjang jalan kulihat wajah-wajah yang kalah
menatap mataku yang tak berdaya
sementara tangan-tangan perkasa
terus mempermainkan kelemahan
airmataku pun mengalir mengikuti panjang jalan
mencari-cari tangan lembut-wibawamu
Dari dada-dada tipis papan
terus kudengar suara serutan
derita mengiris berkepanjangan
dan kepongahan tingkah-meningkah
telingaku pun kutelengkan
berharap sesekali mendengar
merdu-menghibur suaramu
Aku merindukanmu oh Muhammadku
Ribuan tangan gurita keserakahan
menjulur-julur ke sana kemari
mencari mangsa memakan kurban
melilit bumi meretas harapan
aku pun dengan sisa-sisa suaraku
mencoba memanggil-manggilmu
Oh Muhammadku, oh Muhammadku
Di mana-mana sesama suadara
saling cakar berebut benar
sambil terus berbuat kesalahan
Qur’an dan sabdamu hanyalah kendaraan
masing-masing mereka yang berkepentingan
aku pun meninggalkan mereka
mencoba mencarimu dalam sepi rinduku
Aku merindukanmu oh Muhammadku
Sekian banyak Abu Jahal Abu Lahab
menitis ke sekian banyak umatmu
Oh Muhammadku-salawat dan salam bagimu-
bagaimana melawan gelombang kebodohan
dan kecongkakan yang telah tergayakan
bagaimana memerangi umat sendiri?
Oh Muhammadku
Aku merindukanmu oh Muhammadku
Aku sungguh merindukanmu.
Puisi yang dibuat Gus Mus belasan tahun yang lalu ini ternyata masih sangat relevan dengan kejadian-kejadian yang ada di sekitar kita hari ini. “saling cakar berebut benar” bukan hanya dilakukan oleh elit-elit politik kita namun hal itu juga semakin merambah dan tumbuh subur di kalangan intelektual muda bernama “mahasiswa”. Kejadian yang paling aktual dan hangat adalah kejadian 5 desember kemarin.
Saya juga bingung, sebenarnya untuk apa kita masih terus selalu ngotot untuk merebut kursi-kursi kekuasaan yang ada di kampus. Sebagai mahasiswa tentu jabatan itu tak di gaji dan justru adalah sebuah tanggung jawab besar untuk memberikan manfaat sebanyak-banyak nya untuk kepentingan keseluruhan mahasiswa yang ada. Namun, apa yang terjadi sebenarnya tidak sesuai dengan harapan yang ada.
Saya coba obkejtif, selama 1 tahun ada di kampus Unsyiah saya belum terlalu merasakan manfaat dari teman-teman kepengurusan yang ada di PEMA (ini yang menjadi sumber masalah tiap tahun). Kalaupun ada yang dilakukan tak lebih kepntingan beberapa individu (ex: bidik misi) tapi tidak dengan kepentingan kolektif, dan kalau soal parkir itu pun masih jadi polemik. Keekslusifan menjadi tembok besar yang sangat susah ditembus, ego masing-masing kepentingan menyebabkan kepentingan orang banyak jadi terbengkalai. Walaupun begitu saya tetap mengapresiasi kinerja teman-teman pengurus PEMA tahun ini karena sangat eksis mengurus hal-hal eksternal, mulai dari pengawalan pilkada damai hingga aksi-aksi turun ke jalan untuk dukungan Palestina dsb.
Pemira untuk periode kedepan masih belum jelas kapan waktunya, kita masih menunggu sidang umum (SU) dimulai, tak tau kapan namun kita pantas menunggu. Saya hanya bisa berharap pemimpin mahasiswa kedepan adalah pemimpin yang bisa meruntuhkan kotak-kotak yang ada di kampus, serta bisa mengurus urusan internal dan eksternal sama baiknya, merangkul semua golongan sehingga cita-cita membuat Unsyiah yang lebih bermartabat bisa tercapai.
Dan akhirnya kita bisa mengambil pelajaran dari sajak-sajak puisi Gus Mus diatas. Bersatu kita teguh, bercerai kita tercerai berai. Selamat menunggu untuk proses kehidupan organisasi kampus Unsyiah kedepan.
Wassalam
Arif Zailani Siregar adalah mahasiswa Keperawatan Unsyiah
Related posts
» Kampusku Sayang, Kampusku Malang
» Menyorot Kinerja KPR
» Dukung Pemira Unsyiah Damai, Independenkan UP3AI
» Kesehatan Hewan Menjelang Idul Adha
» IYF dan Semangat Kepemudaan
» Ini Pema yang Mana?