Siaran Pers | DETaK
Jakarta – Pemerintah Kota Banda Aceh akhirnya diundang ke level nasional untuk mempresentasikan Open Puskesmas yang sudah diluncurkan oleh Walikota Banda Aceh pada 29 Mei 2015 lalu. Sistem Open Puskesmas yang diterapkan Pemerintah Kota Banda Aceh dinilai sebagai salah satu inovasi baru di Indonesia, dalam upaya pembangunan sektor kesehatan, khususnya pada level Puskesmas.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, Media Yulizar menjadi salah satu narasumber pada acara Jambore Reformasi Birokrasi, yang mempresentasikan sistem Open Puskesmas di Hotel Millenium, Jakarta.
“Open Puskesmas adalah jaminan dan kepastian layanan informasi Puskesmas secara cepat, mudah dan akurat. Sehingga dapat memberikan kontribusi berupa masukan, solusi perbaikan atas kinerja Puskesmas. Bahkan menjadi media untuk mengawasi operasional Puskesmas baik dari sisi kebijakan maupun anggaran,” papar Media Yulizar, dalam rilis yang diterima detakusk.com, Jumat, 5 Juni 2015
Dengan demikian sambung Yulizar, Open Puskemas ini akan memberikan manfaat bagi Puskesmas. Sistem ini akan mendorong pengelolaan informasi yang lebih baik, selain itu dengan sendirinya kewajiban Puskesmas sebagai Badan Publik sudah dijalankan sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik.
“Open Puskesmas adalah implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan perundang-undangan yang relevan lainnya, guna meningkatkan kinerja dan pelayanan publik yang transparan, akuntabel, responsif dan inklusif di Kota Banda Aceh. Jadi kita ingin Puskesmas tersebut terbuka kepada publik,” jelasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, penerapan Open Puskesmas akan meningkatkan kepercayaan dan dukungan publik kepada Puskesmas, bahkan Puskesmas semakin terhindar dari potensi terjadinya penyimpangan dalam tatakelola Puskesmas.
Open Puskesmas merupakan gagasan yang dipelopori oleh Koalisi untuk Reformasi Birokrasi (KRB) Banda Aceh, Komisi Informasi Aceh (KIA) dan Ombudsman RI Perwakilan Aceh.
Kegiatan yang berlangsung pada tanggal 3-5 Juni 2015 ini mengundang peserta dari berbagai daerah di Indonesia termasuk unsur perguruan tinggi, para peneliti kebijakan publik, lembaga donor, dan beberapa Kementerian di Jakarta.[]
Editor: Riska Iwantoni