Cerpen | DETaK
Desas-desus suara makian melengking di persimpangan pasar pagi lama, belum lagi gretakan main keras Sugiono berujung menampar keras Nawi yang melawan titahnya. Tidak hanya itu, Sugiono juga menginjak dan membuang barang dagangan milik nawi. Orang-orang mulai berkerumunan sebagian menyalahkan aksi kasar Sugiono dan ada juga menyalahkan keras kepala Nawi yang tidak patuh terhadap aturan.
Bagaimana tidak, Nawi sudah berulang kali diperingkatkan untuk tidak berjualan sayuran di persimpangan jalan karena di sana sudah ada minimarket elite yang dibangun pihak yang berkuasa untuk menjual aneka ragam sayuran dan buah-buahan yang lebih segar dengan kualitas bagus dan tempat jualannya terlihat modern.
IKLAN
loading...
|
”Berulang kali saya memperingatkan beberapa pedagang agar tidak berjualan di persimpangan ini, karna persimpangan ini bukan lagi pasar pagi lama, melainkan Minimarket elit yang sudah menyediakan sayuran dan buahan yang lebih bagus dan segar, tapi banyak dari mereka keras kepala tidak mematuhi aturan atau perintah, padahal sebelum minimarket elite ini dibangun pihak kami sudah membayar ganti rugi terhadap usaha mereka berupa uang tunai yang memadai,” kata Sugiono membela diri.
“Saya tidak pernah menyetujui hal tersebut Pak, wajar saja jika beberapa pendagang seperti saya masih berjualan di sini karna dari dulu kami tidak setuju tempat jualan kami di gusur dan diganti dengan minimarket elite ini. Saya tidak mau menerima uang ganti rugi karena saat kejadian konflik di pasar lama ini anak perempuan saya hilang dalam kerumunan. Saya berharap dia akan kembali pulang. Tentunya pasti jika dia kembali dia akan ke pasar lama ini mengigat dulu dia masih kecil, tidak tau jalan pulang ke rumah. Hasil dagangan saya juga banyak laku terjual di sini. Tapi orang seperti kalian tidak punya rasa empati bertidak seenaknya. Saya tidak mau untuk mematuhi perintah kalian. Saya tidak akan pernah berhenti berjualan di sini,” bantah Nawi pada Sugiono.
“Saya juga tidak akan tinggal diam untuk mengusir pergi orang-orang yang menggangu kenyamanan instansi dagangan kami karna satpam seperti saya bekerja untuk mengatasi keamanan dan kenyamanan tempat kerja kami” jelas Sugiono kembali. Keadaan semakin riyuh banyak orang mengambil foto dan video dari kejadian ini. Nawi dengan muka memarnya memilih beranjak dari tempat tersebut.
Sesampai di rumah, Nawi menceritakan hal tersebut pada istrinya. Istrinya mencoba menenangkan Nawi sambil memberikan obat di mukanya.
“Begini bang sudah 5 tahun kita berusaha perjuangkan pasar lama, tapi orang seperti kita tidak mempunyai kekuatan untuk melawan mereka yang berwenang. Saya juga kecewa dengan tindakan mereka. Saya harap abang bisa ikhlas, tentang anak kita semoga saja Tuhan memberikan takdir lain untuk mempertemukannya lagi dengan kita,”
Nawi mencerna nasihat istrinya dia juga merasa lelah dengan memaksakan diri pada pihak yang tidak akan memberi belah kasihan pada orang seperti mereka. Nawi memutuskan untuk mendengar perkataan istrinya. 3 hari Nawi tidak membawa barang dagangannya, dia lebih memilih merawat kebunnya di belakang rumah.
Pagi itu, Nawi sangat terkejut saat membaca koran disana tertera kabar bahwa ada seorang pedangan yang ditampar oleh satpam minimarket elit tentunya itu kejadian yang dialaminya. Nawi termenung dengan wajah pucat karna takut akan diproses polisi dan takut disalahkan atas kejadian tersebut.
Seharian Nawi memikirkan hal itut dia tidak mau masalah tersebut diperpanjang sampai keranah hukum. Beban semakin menumpuk di kepala pedagang malang itu, sehingga Nawi jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit karna kolesterol yang naik akibat terlalu banyak beban yang dipikirnya.
Dering hp mengacaukan istirahat Nawi ternyata salah satu karyawan Minimarket elit mencoba menghubungi Nawi mereka ingin bertanggung jawab atas kekerasa fisik yang dialami Nawi atas kejadian kemarin.
“Baik Pak berarti Bapak dirawat di rumah sakit Budiman,1 jam lagi kami akan menjumpai bapak disana,” kata salah satu karyawan minimarket elite.
Nawi mulai gelisah dan pasrah apabila disalahkan untuk kejadian kemaren. Tidak lama kemudian datang lah mereka keruangan Nawi. “Bagaimana pak apa sudah mendingan” kata seorang perempuan yang begitu akrap dan tidak asing,”Pak?” tanya perempuan itu lagi.
“Maaf, iya sudah mendingan, saya tau kedatangan kamu ingin memperingati saya dan mengancam saya atas kejadian kemarin, apa yang harus saya perbuat saya orang tidak berpunya tentu tidak bisa melawan orang berkuasa seperti kalian, meskipun perbuatan kalian memberi kesedihan untuk pedagang kecil dan miskin seperti kami,” tegas nawi tanpa basa basi.
“Tidak Pak.. Jangan berburuk sangka, di sini saya sebagai pemilik minimarket yang bersalah. saya sudah menyakiti bapak. Saya meminta maaf atas kejadian kemaren.Saya meminta bapak untuk mengajukan satu permintaan untuk menembus kesalahan pihak kami terhadap Bapak,” jelas pemilik minimarket tersebut dengan begitu hangat.
“Saya tidak ingin uang atau yang lainnya. Saya hanya tidak ikhlas jika pasar lama digusur karna 30 tahun lalu saat konflik, putri saya hilang di pasar lama. saya pikir jika dia kembali dia akan ke sana. Lantas sekarang saya tidak bisa apa-apa lagi, semua harapan sudah sirna karna miinimarket milik anda sudah berhasil didirikan. Saya juga tidak akan keras kepala lagi, berjualan di depan minimarket milik anda,” tegas Nawi.
Tiba-tiba perempuan itu terdiam meneteskan air mata. “Jadi bapak adalah pak Nawi dan istri bapak namanya ibu Suri?” Tanya perempuan itu dengan suara begetar.
Nawi terheran kenapa perempuan ini menangis dan tau nama istrinya “Iya kenapa kamu bisa tau ” kata beliau. “Saya Siti Pak apakah Bapak lupa? Saya anak Bapak yang hilang 30 tahun lalu, ini lihat pak bukti luka di pergelangan saya ketika saya jatuh sepeda waktu kecil,”
Dengan terkejut dan bahagia Nawi dan istrinya merangkul Siti yang ternyata adalah anak kandung mereka yang sudah lama hilang.
Penulis bernama Mila Elfija, Mahasiswa Angkatan 2019 Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala.