DETaK | Opini
Islam merupakan agama yang merangkul semua umat manusia dan mengatur beragam aspek kemanusiaan, semuanya dikemas dalam bingkai persaudaraan umat Islam itu sendiri, betapa tidak populasi umat Islam di dunia saat ini kian banyak dan juga merata di bumi Eropa.
Pertumbuhan Islam di Eropa sangat cepat dan pesat, ini dibuktikan dengan betapa banyak umat muslim disana merespon aksi sosial dan peristiwa hangat yang terjadi saat ini. Hal ini membuktikan juga solidaritas umat Islam disana sangat kompak dan respek dalam menanggapi aksi negara-negara yang ingin menruntuhkan kejayaan Umat Islam saat ini.
Tak cukup dengan kejadian tersebut, dukungan eksistensi muslim di Eropa datang dari pihak pemerintahan yang memberikan perlindungan terhadapa muslim yang tinggal disana, pemerintah Eropa saat ini melirik dan melihat umat muslim adalah warna baru dalam pergerakan kepemerintahan, bahkan muslim di Eropa diberikan hak-hak istimewa untuk mendirikan masjid, sekolah-sekolah bahkan berbagai macam bantuan pendidikan lain seperti beasiswa yang diterima sejumlah masyarakat negara lain untuk menuntut ilmu di negara Eropa tersebut.
Sampai saat ini kondisi umat Islam di Eropa terus melonjak pasca banyak pendatang yang masuk dan berkontribusi penuh di bidang pendidikan, mereka belajar dan terus menimba ilmu yang nantinya dipergunakan untuk keberlangsungan pengetahuan umat islam,
Bukankan dulunya Islam mengalami kejayaan di negara tersebut, namun keadaan dan era modern membuat umat Islam telah jauh berbeda dari era keemasan Islam di Eropa terdahulu. Umat Islam tidak seperti kita lihat saat menaklukkan Andalusia, namun disisi lain pada saat ini umat Islam mencoba bangkit dan terus belajar sampai kepenjuru dunia guna memenuhi hajat dan perjuangan yang pernah redup.
Bicara Keagamaan di Negara Luar dianggap Tabu
Adalah tabu jika kita seoarang muslim yang tinggal di Eropa berbicara mengenai hal yang menyangkut keagamaan. Ini diungkapkan oleh salah seorang mualaf Jerman, Philips Hamz Enz yang pernah mengisi kajian di Aceh, Rabu, 15 Maret 2017 yang lalu, berlokasi di Rumoh Kupi Luwak Lingke, Banda Aceh. Dalam isi kajiannya, Philips mengungkapkan, orang-orang yang berbicara masalah agama disana sangatlah tabu dan menjadi hal yang aneh, karena agama yang dibicarakan disana merupakan hal yang sensitif dan itu hanya bisa dipendam pada diri pribadi masing-masing. Namun mereka (muslim) hanya bisa berbaur sesamanya saja, bahkan umat Islam disana membuat komunitas-komunitas muslim dalam hal keagamaan.
Pemerintah Eropa sangat toleran terhadap keberagaman, hanya saja ruang lingkup dalam melakukan dakwah sangat terbatas. Namun umat muslim tidak merasa patah semangat untuk berdakwah, mereka disana mengajar dan membina serta merangkul muslim lain yang ingin mengetahui sekaligus belajar tentang Al-Quran dan Islam,
“Para Imam mesjid disana, mereka membuka kelas untuk anak-anak muslim di Jerman yang ingin belajar tentang Islam”, Ungkap Philips dalam kajiannya.
Di belahan dunia lain, masyarakat muslim juga dilirik oleh barat pasca terpilihnya presiden Amerika Serikat, Donal Trump, ujian dan tantangan umat Islam di sana semakin berat, berbagai larangan terhadap muslim banyak terjadi, seperti larangan mengenakan hijab dan penilaian umat muslim oleh warga Amerika lain disana dipersempit oleh pejabat berwenang.
Banyak media yang memprovokasi umat Islam atas kejadian-kejadian yang menimpa umat. Lagi-lagi patahkah semangat umat Islam disana? Tidak, semakin banyak
masalah yang dirasakan oleh umat Islam semakin banyak kontribusi muslim lainnya dalam mempertahankan identitas ke-muslimannya, mereka belajar dari masalah tersebut, dan mereka yang ingin menjatuhkan atau menghalang-halangi kegiatan muslim disana terus mengabarkan kebaikan ini ke dunia luar, karena Islam merupakan agama universal, mempersatukan seluruh umat di belahan dunia.
Populasi muslim di negara barat lainnya bahkan di Eropa sampai saat ini terus berkembang pesat bahkan di Inggris, hingga saat ini jumlah umat muslim hampir mencapai tiga juta jiwa, belum lagi dipicu dengan pendatang atau imigran dari negara barat dan timur lainnya. Mereka terus datang dalam berbagai alasan dan hati mereka layaknya lebah yang terus datang, menjamur dan hinggap di sarangnya. Masyarakat disana juga sangat antusias menyambut kedatangan muslim lain dari dunia luar. Mereka
saling berbaur satu sama lain, belajar bersama, bersosial, berinteraksi dalam solidaritas yang solid dan respek terhadap umat Islam lainnya. Di London sendiri, untuk saat ini persentase umat Islam hampir mencapai 45,60% sedangkan diluar kota London mencapai 29,1% dari jumlah populasi.
Masjid sebagai Pusat keagamaan Muslim
Dari populasi umat Islam di Eropa, masjid merupakan pusat dakwah yang dijadikan sebagai tempat berkumpulnya muslim. Disana umat Islam belajar sekaligus membuka kajian-kajian rutin. Masjid merupakan aset pengkajian ilmu pengetahuan Islam sekaligus ruang membaca karena masjid disini dipergunakan sebagai kantor dan perpustakaan
tempat penyimpanan buku-buku tentang Islam.
Mengkaji dan belajar tentang ilmu pengetahuan Islam haruslah menjadi prioritas umat Islam, karena muslim disana berada ditengah-tengah masyarakat yan mayoritasnya non-muslim. Maka sangat jarang ada tempat bagi umat muslim untuk bisa belajar dan mengaji. Hanya sedikit terdapat beberapa pusat sosial sekaligus tempat untuk belajar dan mengaji bagi umat islam disana, berbeda dengan kita yang ada di Indonesia yang mana pusat dan tempat kajian bahkan majlis pengajian dapat kita temui dimana saja.
Di era teknologi yang cerdas saat ini, berdakwah sekaligus bersosialisasi, melalui sosial media, atau streaming sangat mudah sekali dilakukan dimanapun. Dari dalam negeri juga kita bisa melihat solidaritas umat Islam terus berguyur bak hujan lebat di tengah panasnya perpolitikan. Support dan dukungan dari umat Islam untuk umat Islam disana (diluar negeri) terus berdatangan, ini membuat orang-orang yang membenci umat Islam cemburu, panik, mereka terus melakukan cara untuk memecahkan umat Islam. Sekali lagi harapan saya kepada saudara kita yang seiman dan seaqidah marilah sama-sama kita bersatu dan merangkul satu sama lain untuk menjunjung tunggi nilai persaudaraan yang sudah ada ini. Aksi umat Islam di Indonesia 212 di Jakarta merupakan power dan kekuatan umat Islam yang saat ini bisa membendung serangan-serangan baik dari dalam maupun dari luar yang ingin menghalangi kejayaan Islam ini bangkit. Jangan ada lagi penilaian negatif terhadap kaum muslim lainnya sebelum kita mengenal muslim itu dari dekat dan menjadikannya sebagai saudara.[]
Penulis: Syukran Jazila,S.HI, Alumni UIN AR-Raniry Banda Aceh Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, dan Jama’ah Pengajian rutin KWPSI
Editor: Dhenok Megawulandari