Komnas HAM: Hak Pilih Masyarakat Dirampas dalam Pemilukada Aceh
Reja Hidayat | DETaK
Banda Aceh – “Banyak warga negara yang hak pilihnya dirampas karena berada dalam Lembaga Pemasyarakatan (LP), Rumah Tahanan (Rutan) dan Rumah Sakit,” kata Ifdhal Kasim, Ketua Komnas HAM dalam konferensi pers di kantor perwakilan Komnas HAM Aceh, Selasa (10/4/2012).
Hasil pemantauan Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap pelaksanaan Pemilukada Aceh 2012 diberbagai wilayah, ditemukan adanya indikasi pelanggaran HAM.
Pemantauan dilakukan di Banda Aceh, Aceh Besar, Sigli, Lhoksumawe, Aceh Utara, Bener Meriah, Takengon, Calang dan Meulaboh dengan fokus pada pemenuhan hak sipil dan politik kelompok rentan.
“Banyak warga negara menjadi penghuni LP dan Rutan hilang hak pilihnya karena tidak akuratnya pemutakhiran data. Begitu juga halnya dengan pasien di berbagai RS dan penyandang cacat tak bisa memberikan suara karena tidak difasilitasi penyelenggara Pemilukada,” kata Ifdhal.
Padahal, menurut Idfhal, berdasarkan undang undang nomor 39/1999 tentang HAM, jelas hak mereka sama dengan warga negara lainnya. Dari sejumlah LP dipantau seperti LP II Banda Aceh, di mana dari 473 penghuni, hanya 18 orang bisa memilih.
Di Rutan Jantho, Aceh Besar hanya 90 tahanan yang bisa mencoblos dari jumlah 195 penghuni. Begitu juga di LP Meulaboh hanya 141 orang yang punya hak pilih dari 317 penghuni.
Sedangkan dalam LP Kelas II Lhokseumawe, dari 420 penghuni hanya 95 orang yang mendapatkan hak suara. Karena tidak memiliki hak suara para napi melancarkan aksi protes dengan menyandera kotak suara.
Ifdhal menambahkan dari enam Rumah Sakit yang dipantau, lima diantaranya tak menyediakan Temapat Pemungutan Suara (TPS) keliling atau TPS khusus bagi para pasien, yaitu RSUD Zainal Abidin Banda Aceh, RS PMI Lhokseumawe, RS Sakinah Lhokseumawe, RSUD Fauziah Bireun dan RS Cut Nyak Dhien Meulaboh.
Sedangkan di RSUD Takengon tersedia TPS keliling, namun hanya diperuntukkan untuk pasien asal Aceh Tengah saja, padahal di Rumah Sakit itu banyak juga warga asal Bener Meriah yang berobat.
“Kita melihat di TPS tidak juga ada fasilitas bagi orang-orang penyandang cacat ini baik tuna netra, tuna rungu dan lain lain,” ujar Ifdhal.
Komnas HAM menemukan ada sekitar 10 orang turna netra yang tidak mendapat asistensi untuk melaksankan hak pilihnya di Lhoksumawe. Sedangkan di Meulaboh sama sekali tidak ada fasilitas bagi penyandang cacat, kondisi ini terjadi hampir disemua TPS.
Ifdhal menambahkan kekurangan-kekurangan ini harus menjadi pembelajaran bagi Komisi Independen Pemilihan (KIP) ke depan. Proses pemutakhiran data haruslah dilakukan seakurat mungkin.[]
Short URL: https://detak-unsyiah.com/?p=4681