Riska Iwantoni | DETaK
Banda Aceh – Sekolah Antikorupsi Aceh (SAKA) dan sejumlah organisasi dari berbagai kalangan menggelar aksi bersama untuk memperingati hari antikorupsi internasional yang jatuh pada 9 Desember. Dalam orasi ini diikuti oleh remaja masjid, mahasiswa, dan perwakilan organisaai masyarakat sipil yang berlangsung di depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Selasa, 9 Desember 2014.
Dalam aksinya, mereka menuntut pemerintah agar lebih terbuka informasi kepada publik untuk memudahkan semua pihak melakukan pengawasan terhadap praktik korupsi. Mahasiswa yang terlibat dalam aksi ini berkomitmen untuk melawan korupsi sampai mati, hal tersebut mereka ikrarkan dalam sebuah banner sebagai “pemuda berintegritas”.
“Kita ingin mendorong pemerintah untuk lebih terbuka terhadap segala akses informasi kepada publik, karena korupsi sudah merajalela di mana-mana saat ini, oleh karena itu pada peringatan anti korupsi ini kami ingin berpesan pemerintah agar lebih terbuka,” ujar Mahmuddin, koordinator aksi kepada wartawan.
Menurutnya, penyebab terjadinya praktik korupsi di Indonesia dan Aceh khususnya kurangnya transparansi pemerintah dalam keterbukaan informasi. Hal tersebut menjadi sulit di berantas karena orang-orang dalam instansi tersebut merupakan kerabat dari pimpinannya.
“Pemerintah tidak berani membuka informasi yang ada, karena di pemerintahan Aceh saat ini banyak sekali oknum-oknum di dalamnya yang merupakan kerabat dari pejabat tersebut.” ungkap Mahmuddin, yang juga menjabat sebagai Kepala Sekolah di SAKA ini.
Saat ini, pihaknya masih mensinyalir ada permainan di beberapa instansi pemerintahan di Aceh yang belum terungkap, kasus ita hanya berupa laporan semata tanpa adanya tindaklanjuti oleh pihak terkait. “Ada banyak sekali laporan korupsi, tapi hanya sedikit saja yang di tindaklanjuti,” pungkas Mahmuddin.
Orasi tersebut juga diisi aksi teatrikal, pembacaan hikayat dan puisi juga membawa spanduk dan poster yang berisi ajakan melawan korupsi serta membagikan stiker kepada pengguna jalan. Selain itu, mahasiswa secara bergilir menyuarakan kecaman praktik korupsi di badan publik yang di nilai masih membudaya.[]
Editor: Murti Ali Lingga