Beranda Headline Kerusakan Hutan di Aceh Kini Dapat Dipantau Melalui Aplikasi Seluler

Kerusakan Hutan di Aceh Kini Dapat Dipantau Melalui Aplikasi Seluler

BERBAGI
Praktik lapangan aplikasi Forest Watcher yang diikuti oleh sektor pemerintah bidang kehutanan. (Dok. Panitia).

Siaran Pers | DETaK

Langsa – Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAkA) bersama World Resource Institute (WRI) Indonesia mengadakan pelatihan Global Forest Watch (GFW) dan aplikasi Forest Watcher untuk sektor pemerintah bidang kehutanan di Hotel Harmoni Langsa pada tanggal 23 hingga 25 Januari 2018.

Pelatihan ini dikuti oleh berbagai peserta yang berasal dari  Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)  II, III, dan V, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, dan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL).

Iklan Souvenir DETaK

Hidayah Hamzah, perwakilan dari WRI Indonesia, menjelaskan bahwa GFW dan Forest Watcher merupakan aplikasi berbasis web dan smartphone yang memungkinkan pengguna untuk mengetahui hilangnya tutupan pohon dengan cepat.

“Pelatihan ini ditujukan agar pengelola kawasan hutan dapat mengetahui dan memanfaatkan data kehilangan tutupan pohon terkini yang tersedia gratis untuk membantu mereka dalam memantau deforestasi di tingkat tapak,”  jelasnya, sebagaimana rilis yang diterima detakusk.com.

Perwakilan yang juga berasal dari WRI Indonesia, Ummi Permatasari, memaparkan bahwa GRW mempunyai sebuah data bernama peringatan yang disebut Global Land Analyisis and Discovery (GLAD), sebuah sensor berbasis satelit Landsat 7 dan 8 yang dapat mendeteksi kehilangan pohon setiap 8 hari sekali dan memiliki tingkat akurasi yang mencapai 30 x 30 meter. Data GLAD berguna untuk memperkirakan jumlah kehilangan pohon pada suatu hutan.

“Dengan sistem Near Real Time (NRT), peringatan GLAD dapat mencapai ke pengguna seketika, hampir bersamaan dengan kehilangan tutupan pohon yang terdeteksi,” paparnya.

Disamping itu, peringatan GLAD yang terdapat pada GFW juga dapat diakses melalui aplikasi Forest Watcher yang dapat diunduh secara gratis melalui Playstore dan Appstore.

Agung Dwinurcahaya, perwakilan HakA, menyebut bahwa aplikasi telepon pintar ini berguna dalam membantu navigasi patroli hutan yang dapat digunakan tanpa membutuhkan sambungan internet (offline).

“Pengguna dapat memeriksa wilayah-wilayah yang terdeteksi peringatan GLAD dan mengecek apakah kehilangan pohon benar-benar terjadi atau tidak,” terangnya.

Kegiatan ini mendapat tanggapan dari berbagai peserta. Yusriza Agustian, peserta dari KPH 3, menilai teknologi ini bermanfaat untuk kerja sehari-harinya sebagai informasi awal mereka melakukan patroli pemantauan kerusakan hutan.

Namun demikian, terbatasnya koneksi internet di beberapa daerah di Aceh menjadi salah satu kendala dalam memanfaatkan aplikasi ini.

Hal tersebut diamini oleh Sri Wahyuni, peserta dari KPH 5. Sri mengeluhkan bahwa ada keterbatasan jaringan internet di area kerjanya di Gayo Lues sehingga dia khawatir akan terkendala dalam memanfaatkannya.

Sebelumnya, HAkA telah merilis merilis data di awal tahun ini bahwa laju deforestasi di Provinsi Aceh relatif menurun di tahun 2017, yang sebelumnya di kisaran 21.000 hektar per tahun menjadi hanya 17.333 ha.[]

Editor: Mohammad Adzannnie Bessania