Riska Iwantoni | DETaK
Darussalam – Pembongkaran ruang perkuliahan jurusan Seni, Drama, Tari, dan Musik (Sendratasik) FKIP Unsyiah, berujung pada perjanjian “hitam di atas putih”. Dekan FKIP Unsyiah Djufri sepakat dengan nota perjanjian yang dihadapkan padanya dalam audiensi yang berlangsung di Auditorium FKIP, Rabu, 2 April 2014.
Semula, mahasiswa hanya datang untuk menanyakan kejelasan ruang yang dibongkar untuk dijadikan Gedung Pusat Pelatihan Guru, yang dianggap, pembongkaran itu merugikan mereka termasuk dosen yang mengajar di jurusan Sendratasik.
Kedatangan mereka, belakangan diketahui juga untuk menagih janji dekanat pada mahasiswa terkait pembangunan panggung teater untuk jurusan Sendratasik. Janji itu, menurut kesaksian mahasiswa, sudah ditebar empat tahun lalu. Namun hingga kini tak kunjung ada wujudnya.
Memang, janji itu telah ada jauh hari sebelum Djufri menjabat sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
“Janji yang saya maksud itu adalah cita-cita,” kata Djufri kepada ratusan mahasiswa yang hadir. Setidaknya, ‘cita-cita’ yang dia maksudkan menjadi sebuah kewajaran jikapun janji itu tidak terealisasi hingga kini.
Meski dia menjabat baru terhitung satu tahun masa jabatan menggantikan Yusuf Aziz yang tersandung kasus korupsi penyelewengan dana Gurdacil. Oleh mahasiswa, tetap saja janji itu ditagih.
Untuk menghindari janji karet, mahasiswa tak hilang akal. Mereka membuat perjanjian tertulis pada akhir persamuhan dengan Dekan, Pembantu Dekan I, II, III FKIP Unsyiah berikut Kajur Sendratasik yang turut hadir saat itu. Perjanjian dibuat, dibacakan, lalu ditandatangani dihadapan para hadirin.
Apa isi perjanjian?
Mahasiswa selain menuntut dilakukan perbaikan dan penambahan fasilitas secepatnya pada gedung yang mereka tempati, juga terdapat beberapa tuntutan lain.
Tuntutan yang dibacakan dihadapan peserta audiensi itu mencakup: ruang kosong yang ada di gedung Sendratasik dibuatkan kanopi, sisi belakang Gedung Fisika dijadikan sebagai wahana kesenian, adanya ruang yang diperuntukkan sebagai galeri seni, ruang lab seni tari dibuka (dengan kesepakatan tidak ada kegiatan malam), penggantian trap yang rusak karena pembongkaran, penyediaan ruang kesekretariatan untuk kegiatan mahasiswa jurusan Sendratasik, AC di setiap ruangan (3 ruangan).
Selain itu, juga terdapat beberapa tuntutan berstatus pending. Diantaranya, penggantian hasil kerajinan mahasiswa yang dirusak dalam proses pembongkaran, pengadaan ruang tari dan ruang musik khusus.
Keinginan agar pembangunan itu dilakukan pada Sabtu dan Minggu, termasuk pengerjaan di malam hari pun turut menjadi tuntutan yang tertuang dalam nota perjanjian itu. Semoga nota perjanjian itu tidak hanya menjadi sekedar kertas.[]
Editor: Mulya Rizki Nanda