Devy Alya Pratama [AM] | DETaK
Banda Aceh – Dalam rangka hari lingkungan hidup se-Dunia pada 5 Juni 2016 mendatang, UKM Pencinta Alam Leuser Universitas Syiah Kuala melakukan kegiatan Diskusi Umum di gedung Flamboyan AAC Dayan Dawood, , Rabu, 1 Juni 2016.
Mengusung tema “Membangun Aceh dengan Tata Ruang Yang Lebih Baik” membahas Qanun No. 19 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Aceh yang memasukkan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) ke dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN).
Akademisi Unsyiah, Bakti Siahaan mengatakan, ada banyak hal mengenai Tata Ruang, minimal Tata Ruang terbagi menjadi struktur ruang meliputi pembangunan jalan, transportasi, sedangkan pola ruang itu mengarah pada ruang-ruang yang ada di Aceh ini mau dibuat menjadi apa?
Selanjutnya Bakti mengatakan bahwa pola ruang sendiri kemudian terbagi lagi menjadi pola kawasan lindung yang berbasis melindungi dan pola kawasan budidaya yang berbasis pengembangan menjadi hal-hal yang ekonomis. Bakti memberi contoh daerah kawasan lindung bagian atas yaitu daerah Gempang dan Tangse. Sementara bagian bawah daerah Teunom, harus melindungi bagian atas agar tidak menyengsarakan bagian bawah.
“Pada intinya rumusan-rumusan tata ruang sampai Qanun harus dilaksanakan pada program kerja pemerintah wajib, secara agama kalau tidak dilakukan pemerintah salah, secara hukum dia harus dapat dipertanggungjawabkan, secara moral jika tidak dilakukan maka pemerintah salah,” jelas Bakti.
“Walaupun dapat di revisi setiap 5 tahun sekali, namun harus benar benar dengan kehati-hatian yaitu pengetahuan,” ungkapnya lagi.
Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRW Aceh) itu disusun karena kebutuhannya, namun dalam proses perjalanannya sampai disusun menjadi kebijakan Negara kita harus mau tahu apa yang diatur itu, akan menjadi apa pengaturan itu, baik ketika pengaturan itu dijalankan maupun tidak dijalankan. Jangan mau menerima kekacauan yang dibuat oleh orang-orang yang mengambil kebijakan atau pembuat pengaturan itu.
Bakti mengatakan bahwa kita semua harus ikut bersuara, harus ikut menghimbau, dan harus ikut berpartisipasi, jangan mau menjadi apatis, dan hanya duduk menonton saja. Bakti menegaskan jika tidak peduli lingkungan maka dari itu tidak ada keadilan itu prinsip dasarnya.
Sedangkan menurut Kurniawan, dari PSIP Unsyiah yaitu Aspek Prosedur tentang pembuatan Qanun RTRWA tahun 2013-2033 yang keliru. Menurutnya Mendagri dinilai lalai menerbitkan dan menyampaikan hasil evaluasinya terhadap Rancangan Qanun RTRW Aceh tahun 2013-2033 yang disampaikan pada tanggal 30 desember 2013 dan diterima pada tanggal 5 januari 2014. Mendagri baru membalas hasil evaluasinya pada tanggal 14 Februari 2014, sehingga melewati batas waktu 15 hari kerja terhitung sejak diterimanya Rancangan Qanun RTRW Aceh 2013-2033.
Pembentukan qonun di Aceh ditentukan berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku, artinya dalam konteks pembentukan dan pengawasan Qanun di Aceh bukan berlaku secara umum. Kurniawan mengatakan bahwa salah satu peraturan perundang-undangan yang berlaku UU. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah secara khusus pada pasal 185-186 membicarakan tentang pajak, retribusi dan tata ruang daerah.
Jadi menurut Kurniawan, hal tersebut perlu pemahaman lebih baik terutama oleh ahli hukum yang mau ikut peduli.[]
Editor: Dinda Triani