Beranda Terkini Ini Kajian Mendalam pada Kegiatan Semnas FOKUSHIMITI 2017

Ini Kajian Mendalam pada Kegiatan Semnas FOKUSHIMITI 2017

BERBAGI
Empat pemateri yang mengisi kegiatan Semnas dan Pernas Fokushimiti ke-XV di Unsyiah, kiri ke kanan: Mona Lisa, Anni Mulyani, Haris Gunawan, Budi Mulyanto, dan Basri A. Bakar. 7/11/17 (Riska Iwantoni/ DETaK)

Maisyarah Rita | DETaK

Darussalam– Seminar Nasional (Semnas) dan Pertemuan Nasional (Pernas) Forum Komunikasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah Indonesia (FOKUSHIMITI) ke-XV yang ditenggarai oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (Himailta) Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) digelar pada Selasa, 7 November 2017 di gedung Multi Purpose Room (MPR) Fakultas Pertanian Unsyiah.

Kegiatan yang menghadirkan empat pemateri Nasional diantaranya Anni Mulyani selaku Peneliti Utama Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Budi Mulyanto selaku Ketua Umum Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, Haris Gunawan selaku Deputi IV- Penelitian Badan Restorasi Gambut Indonesia, dan Basri A. Bakar selaku Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Aceh ini, dihadiri oleh ratusan delegasi nasional yang berasal dari berbagai universitas Indonesia terbuka secara umum dan berlangsung dengan lancar.

Iklan Souvenir DETaK

Dalam masing-masing kajiannya, seluruh pemateri menekankan tentang keprihatinan terkait ancaman ketahanan dan kedaulatan pangan secara berkelanjutan yang disampaikan daro sudut pandang kajian yang berbeda. Berikut sejumlah kajian pemateri yang dihadirkan dalam kegiatan rutin FOKUSHIMITI diantaranya:

Ani Mulyani: Kebijakan, Tantangan, Strategi Capaian Kedaulatan Pangan Nasional yang telah Dicanangkan Pemerintah

Berdasarkan paparan dari Ani Mulyani dalam sesi penjelasan materi berdurasi 15 menit, pemerintah mencanangkan program Indonesia menjadi lumbung pangan internasioanl pada tahun 2045, target waktu tersebut didasarkan pada demografi pertumbuhan penduduk 3,4juta/ tahun, diperlukan rencana upaya khusus terkait tantangan yang dihadapi seperti: mempertahankan swasembada pangan, menciptakan lumbung pangan di perbatasan dan penyanggaan pangan di perkotaan.

“Kita berupaya untuk menggenjot wilayah perbatasan untuk produksi komiditas pertanian yang unggul, untuk diekspor ke negara tetangga. Kita harapkan wilayah perbatasan bisa jadi pintu gerbang (jagung kedelai) ke wilayah tetangga,” papar Ani.

Selain itu, perlu juga upaya untuk menciptakan komoditas pangan memiliki daya saing dan berkelanjutan secara besar-besaran yang didukung dengan peningkatan pelayanan produksi secara bersamaan.

“Peningkatan produksi dapat diselaraskan apabila perbaikan infrastruktur, dukungan alsintan, juga ditempuh oleh pemerintah dalah hal ini. Begitu pula dengan pencapain swasembada: bisa dilakukan dengan perbaikan lahan, karena  23% dalam setahun konversi lahan di Aceh, sangat mengancam kedaulatan pangan,” lanjutnya.

Kemudian Ani juga menjelaskan kegiatan penunjang lain yang dapat ditempuh seperti pengolahan sumber lahan, mengoptimalkan lahan penting pertanian dengan inovasi teknologi, revisi Undang-Undang pangan yang tidak lagi relevan, pemulihan kesuburan tanah dan yang terpenting, diperlukan sinergi masyarakat dan pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut.

Budi Mulyanto: Ironi Negeri Sumber Daya

Dalam paparan materi “Mewujudkan Pertanian dan Budidaya Lain yang Berkelanjutan”, Budi Muyanto terlebih dahulu menjelaskan perihal tanah yang merupakan hal prinsipal.

“Bangsa yang kuat dimulai dari pangan yang kuat, pangan yang kuat dimulai dari lahan yang optimal,” mulai Budi.

Budi juga menyatakan isu ironi yang dihadapi abngsa Indonesia, dengan kondisi alam melimpah yang tak diberdayakan.

“Mie Aceh yang kita makan tadi malam, jangan-jangan bawangnya import, itu menyedihkan loh,  ironi itu sebenarnya, sampai garampun kita harus impor, kan kita bertanya-tanya ada apa sebenarnya,” pancing Budi.

Menurutnya, mahasiswa Ilmu Tanah harus mampu menciptakan swasembada kedepannya. Dimana Indonesia yang unik karena keberagamannya, seperti local wisdom bukan sekedar ekspresi budaya, juga termasuk kuliner yang harusnya mampu berdaya saing tinggi yang perlu kita kembangkan potensinya.

“Indonesia merupakan negeri yang beragam,, keragaman jangan hanya bicara masalah bahasa yang beragam. Kuliner akan bahan yang diolah dari hasil negeri sendiri. Itu merupakan nilai keragaman yang tinggi juga,” jelasnya.

Kemudian Pemateri ketiga, Haris Gunawan dalam materinya yang singkat, ia banyak memberi motivasi terkait harmonisasi dan koreksi kebijakan tentang ketahanan dan kedaulatan pangan yang diperlukan dari anak muda Indonesia.

Selanjutnya, Basri. A Bakar banyak mengharapkan adanya sosialisasi terkait teknologi hasil pangan yang  peran inovasi teknologi dalam mendukung ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan terhadap masyarakat, yang selaras untuk kesejahteraan masyarakat pula. []

Editor: Dinda Triani