Beranda Cerpen Secercah Harapan di Langit Arafah

Secercah Harapan di Langit Arafah

BERBAGI
Ilustrasi (Istimewa)

Cerpen | DETaK

Oleh Ameilya Hafidzah

Berkisahkan dalam sebuah kehidupan pondok dengan dikelilingi oleh nuansa kehijauan alam yang menggambarkan kerukunan dan kedamaian bagi orang yang pernah menginjakkan kaki ke dalamnya. Suasana sekitar pondok yang begitu damai dan tentram menciptakan kepribadian para santri yang teladan dan juga cendikiawan. Setiap pagi dan petang, samar-samar Amirah mendengar merdunya lantunan ayat suci alquran, dibacakan oleh tholib yang telah teruji keahlian dan kefasihannya dalam tilawatilquran.

Iklan Souvenir DETaK

Kemudian, dilanjutkan dengan muazin yang mengumandangkan azan dengan suaranya yang nyaring. Sehingga dapat memanggil seluruh penghuni pondok untuk turut melaksanakan kewajiban sholat fardhu berjama’ah di mesjid An-Namirah yang telah dianggap sebagai amalan rutin setiap harinya dalam kehidupan pondok, setelah itu diiringi dengan tilawah Al-quran secara bersama-sama guna untuk meninggalkan kepentingan dunia yang dapat menjadi beban dalam pikiran, sehingga dengan amalan itu seluruh beban yang mencekam dalam benak pikiran pun akan hilang dengan mudahnya. Begitulah yang selalu Amirah lakukan dalam kehidupannya sehari-hari di pondok.

Di tengah kedamaian yang Amirah rasakan, itu sangat membuatnya begitu nyaman untuk menimba ilmu dalam pondok. Tak salah kedua orang tuanya menempatkannya untuk memperdalam ilmu agama di pondok yang terletak jauh dari keramaian kota Medan itu. Pondok itu terkenal dengan nama Pondok Arafah, hingga kini pondok tersebut masih sama seperti dahulu Amirah ketika ia terakhir kalinya menginjakkan kakinya di pondok, walau sangat berat bagi Amirah untuk meninggalkan pondok yang telah dijadikannya sebagai rumah kedua untuk menaunginya dari kejamnya kehidupan dunia yang semakin menjadi-jadi.

Hingga akhirnya ia beranjak keluar dari pondok dan merasakan kebebasan yang mungkin saja dapat menjerumuskannya ke dalam lubang kemaksiatan. Ingin sekali rasanya kembali ke pondok tercinta yang telah lama mengajarkan begitu banyak pengetahuan serta pengalaman yang takkan terlupakan baginya dengan orang-orang yang tak mungkin lari dari kenangan hidupnya.

Suatu ketika Amirah teringatkan akan sebuah pengalaman yang sangat mustahil untuk ia lupakan, karena apa? Jelas karena dari pengalaman tersebut ia berhasil mengambil pelajaran yakni dapat mengambil sisi positif dalam mengagumi seseorang yang menjadi inspirasi dalam hidupnya hingga kini. Sebuah pengalaman yang tidak bisa terlepaskan dari memori ingatan yang begitu kuat terhadap sang idola hati. Siapakah sang idola tersebut? Apa yang ia lakukan sehingga membuat hati Amirah selalu resah dan gelisah dengan ketiadaannya?.

Di pondok inilah sebuah pengalaman itu berawal, ketika diadakannya sebuah acara resmi di pondok tersebut yaitu Khutbatul ‘Arsy (Perkenalan Umum) yang biasa diadakan setiap awal memulai tahun pelajaran baru di pondok Arafah.Nah, pada saat itulah Amirah pertama kalinya melihat seseorang yang begitu berbeda, sosok berbadan tegap dengan wajah yang memancarkan sinar kedermawanan, senyumannya yang begitu manis dengan tataan gigi bagai pagar yang tersusun rapi, sangat cocok menghiasi wajahnya. Matanya yang sayup sendu dapat menggambarkan ketenangan dalam hati Amirah saat melihat tatapan matanya, sehingga ia pun tak dapat berlalu untuk melepaskan pandangannya dari sosok tersebut. Ia pun lupa akan syaitan yang mulai masuk merasuki pikirannya kini. Untungnya Amirah langsung tersadar dan mengingat untuk mengucap ishtighfar berulang kali agar terhindar dari godaan syaitan nantinya. Namun demikian, tetap saja sosok santri itu tidak juga buyar dari pikirannya.

Mulai saat itulah telah tumbuh di hati Amirah rasa kekaguman dan keingintahuan yang begitu mendalam terhadap sang idola tersebut. Sejak saat itu pula ia selalu mencari tahu siapakah gerangan yang telah berhasil menarik perhatian Amirah dan yang berhasil membuat tidur Amirah tak bisa lelap di setiap malamnya, karena selalu memikirkan dan membayangkan sang bintang hati tersebut. Entah bagaimana ia bisa mengamgumi seorang santri, hanya seorang santri biasa yang juga menuntut ilmu agama di pondok pesantren Arafah layaknya hal seperti yang Amirah lakukan sendiri. Dan sangat tidak dimungkinkan bagi Amirah untuk bisa bertemu langsung dengannya walaupun sangat ingin dilakukan olehnya, karena peraturan pondok yang sangat ketat yaitu melarang keras bagi santri dan dyah untuk saling bertemu kecuali muhrim atau adanya ikatan tali saudara antara santri dan dyah tersebut.

Nah, sedangkan Amirah dengan santri tersebut tidak mempunyai ikatan apa-apa, apakah mungkin untuk mereka bisa bertemu?.

“Ck ck ck, ya..gak mungkin lah Mirah ! khayalanmu tinggi juga ya,hahaha“ sambil menggelengkan kepala Fitri meledek Amirah.

“Emangnya untuk apa sih kamu ingin banget menemuinya?, apa yang ingin kamu sampaikan padanya ? ” tanya Fitri tiba-tiba setelah hening beberapa saat kemudian, dan Amirah terdiam sejenak sambil bergumam dalam hati.

”Hmm…iya, betul apa yang dikatakan fitri, untuk apa juga aku bertemu dengannya, aku juga tak tahu apa yang ingin aku sampaikan padanya”.

“Huh.. sangat sulit dibayangkan jka itu sampai terjadi,“ pikirnya sambil tersenyum sendiri.

Rasa kagum Amirah semakin mendalam setelah mengetahui bahwa sang idola yang ia kagumi itu adalah seorang santri yang telah lama menjadi dambaan setiap guru di pondok. Bukan hanya kepandaian yang ia miliki, namun ia juga merupakan salah satu santri yang teladan, yang memiliki akhlak mulia serta sangat disenangi oleh para santri di sekitarnya. Maka dari itu, tak salah lagi semua orang mengagumi karakternya dan senang berteman dengannya, termasuklah Amirah salah satunya. Tapi itu hanyalah sebatas rasa kagum dalam dirinya, tidak lebih dari secercah harapan untuk dapat memilikinya. Cukup hanya menyimpannya dalam memori ingatan dan menjadikannya sebagai inspirator sekaligus motivator penyemangat hidupnya. Walaupun perasaannya tidak bisa terungkapkan olehnya, Amirah berusaha untuk tidak merasa sedih, karena bagi Amirah cukup dan sang Penciptalah yang tahu bagaimana perasaannya yang hingga kini masih bersemayam di lubuk hatinya yang paling dalam.

Pengalaman itulah yang membuat Amirah sampai saat ini tidak bisa lupa dan masih dikelabui oleh rasa penasaran akan keberadaan Aldi sang idola itu sekarang. Walau bagaimanapun juga, Amirah tetap yakin bahwa jodoh gak akan kemana, karena itu yang selalu diucapkan oleh fitri, sahabatnya di pondok dulu. Allah akan menunjukkan sebuah keajaiban bahwa suatu saat nanti cinta suci itu akan datang padanya dengan seseorang yang telah lama ia nantikan kehadirannya selama ini.

Walaupun itu hanyalah sebatas harapan untuk menggapai sang bintang hatinya. Namun, dengan harapan itu pula ia akan sampai pada titik puncak cintanya di langit Arafah yang sebelumnya sangat mustahil akan tercapai olehnya. Dan dengan harapan itu juga Amirah mendapat kekuatan untuk menahan dirinya agar tidak membuka hatinya untuk siapapun itu. Sehingga ia mampu mempertahankan hatinya agar tetap menunggu sang dambaan hatinya, menunggu detik-detik waktu untuk bisa bersamanya. Meskipun ia tidak dapatkan itu di dunia, ia akan mendapatkannya sebagai pasangan di kehidupannya yang abadi kelak.[]

Penulis adalah Ameilya Hafidzah, Mahasiswi Prodi Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi Unsyiah.

Editor: Riska Iwantoni