Beranda Headline Unsyiah dan Sampah

Unsyiah dan Sampah

BERBAGI

Bukan lagi sesuatu yang aneh jika Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), universitas kebanggaan Jantong Hatee Rakyat Aceh ini dihiasi warna-warni sampah. Sampah anorganik maupun organik adalah pemandangan lazim sehari-hari di kampus tersebut. Halaman kampus merupakan tempat multi-fungsi. Selain menjadi tempat parkir, tempat ini juga sering dimanfaatkan untuk membakar sampah. Dari jauh, keindahan sampah sudah tidak lekang dari setiap derap langkah para mahasiswa. Botol minuman mengisi setiap bangku perkuliahan.

Coba saja perhatikan ketika melewati salah satu tong sampah yang ada di seputaran kampus. Dari kejauhan, seolah-olah tong sampah itu sudah penuh, padahal dalamnya belum ada isi alias kosong. Fakta menunjukkan sampah di sekitar tong sampah lebih banyak daripada di dalam tong sampah. Kelihatan hal ini begitu sepele, “nanti kan tukang sampahnya bisa memungutnya,” begitu kilah orang-orang. Dalam kondisi seperti ini, masihkah kampus bisa disebut sebagai wahana belajar kaum intelektual?

Di pinggir jalan utama kampus, pepohonan tinggi tak lagi rindang seperti dulu. Pohon-pohon sudah banyak yang ditebang, konon kabarnya demi tercapainya agenda Visit Banda Aceh Year 2011. Pembuatan drainase adalah faktor utama penebangan pohon-pohon ini. Sementara taburan daun-daun kering yang jatuh dari pohon rindang antara Ruang Kuliah Umum (RKU) I dan RKU II memenuhi tempat duduk di bawahnya.

Iklan Souvenir DETaK

Tempat yang indah untuk menikmati pemandangan kampus ini kini tak jauh beda dengan hutan yang dipenuhi semak-belukar. Di tempat-tempat tertentu, kampus ini justru terkesan angker, seperti di belakang gedung fakultas pertanian misalnya. Hal ini karena kurangnya perawatan dari pihak terkait. Begitu juga dengan keangkeran yang mneyelimuti Stadion Mini Unsyiah. Untuk menuju ke Stadion Mini, kita harus menempuh jalan yang berliku. Rasa takut kerap datang terutama pada perempuan yang pergi sendirian untuk menonton turnamen bola kaki.

Toilet di kampus kebanggaan masyarakat Aceh ini sama sekali tidak mencerminkan intelektualitas para penggunanya. Semua yang melintasi toilet pasti menutup hidung. Kotoran mengering tak tersiram. Puntung  rokok hingga pembalut wanita kerap ditemui di toilet. Begitulah pemandangan salah satu toilet yang terletak di RKU III.

Sebenarnya, toilet yang ada di situ tidak jauh beda dengan toilet-toilet lain RKU Unsyiah yang terdapat di kampus Jantong Hatee Rakyat Aceh ini, terutama toilet yang sudah “berusia” lima tahun ke atas. Hal itu sangat disayangkan mengingat letak toilet ini sangat strategis, yaitu di samping kiri dan kanan RKU III. Di depan toilet merupakan gang yang sering dilintasi para mahasiswa. Gang ini juga menghubungkan antara RKU IV dengan RKU I.

Sampah yang bertumpuk seakan sudah menjadi hal yang biasa dalam komplek kampus ini. Perhatikanlah! Saat hujan turun, komplek kampus ini banjir bak sungai limbah di kota besar. Pemandangan yang sangat membosankan. Potongan rumput dan gumpalan-gumpalan sampah yang bervariasi kembali berserakan di halaman dan di taman perpustakaan seperti suasana sawah setelah panen yang baru saja  diguyur hujan . Apalah arti bangunan tinggi, kukuh, nan megah jika bertaman sampah.

Tren gaya hidup, pakaian maupun kendaraan telah membuat penerus tongkat estafet bangsa ini lupa akan peranannya. Seharusnya, mahasiswa dapat melindungi bangsa mulai hal-hal kecil yang sering terabaikan hingga pertikaian politik yang kontroversial. Mustahil peranan ini dapat tercapai secara maksimal jika mahasiswa sendiri hanya sebagai penguat label lingkungan kotor.

Pemerintah Mahasiswa (Pema) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di lingkungan Unsyiah sibuk dengan berbagai kegiatan akademik maupun non-akademik. Sadar atau tidak, mereka juga tinggal dalam satu lingkungan dengan mahasiswa lain. Lingkungan yang dipenuhi sampah yang sungguh akan membuat pandangan yang tak mengenakkan. Tetua atau sesepuh-sesepuh kampus tak segan-segan berdemo jika mereka di DO (Droup Out) karena  terlalu lama menyelesaikan kuliah. Mahasiswa yang kritis bukan hanya pandai berorasi, tetapi juga harus peka terhadap lingkungan!

Komponen kampus seakan tidak perduli dengan semua ini. Sampah yang bertumpukan dan berserakan tanpa dibakar. Selokan, halaman, ruang, bahkan kamar  mandi atau WC pun dipenuhi sampah. Sungguh sebuah realitas yang sangat memalukan. Mahasiswa semakin krisis dengan nilai-nilai etika kebersihan  lingkungan.

Dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah yang tidak dikelola dengan baik di lingkungan kampus antara lain adalah menurunnya kualitas dan nilai estetika lingkungan. Akibatnya akan timbul berbagai penyakit. Selain itu, hama binatang-binatang pengerat seperti tikus juga akan leluasa menggerayangi setiap ruang-ruang kumuh kampus tercinta ini.

Bayangkan saja, seandainya satu tahun ke depan tikus akan bersaing jumlah dengan mahasiswa. Sang tikus pun akan dengan rajin ikut kuliah bersama kita. Hingga akhirnya lahirlah kaum intelektual tikus yang siap memporak-porandakan aset-aset berharga dan dokumen-dokumen penting lainnya. Semua akan dengan mudah terjadi jika warga kampus tidak juga membuka mata terhadap pengelolaan sampah di lingkungan kita menuntut ilmu.

Pepatah mengatakan “mulailah dari diri sendiri dan mulailah dari hal-hal yang kecil”. Berilah contoh yang baik bagi tanah air tercinta. Mudah-mudahan Unsyiah dapat menjadi kampus panutan masyarakat yang pantas dibanggakan. Mari meraih akreditas A untuk kampus tersayang. Tunjukkan ke mata dunia bahwa di bumoe Seuramoe Mekah terdapat satu kampus yang layak mendapat perhatian karena prestasi serta kepedulian lingkungannnya.

Tampilan pertama yang dinilai dari sebuah universitas adalah keindahan lingkungannya, yang kemudian baru disusul oleh prestasi. Sesekali coba kita melirik kampus orang yang lingkungannya tampak bersih dan tertata rapi. Lalu, bercermin pada kampus kita sendiri, Unsyiah khususnya. Tanya yang tak terjawab mucul, kapankah lingkungan kita akan tampak bersih agar kian indah dipandang mata?

Rumput yang menghijau dan pohon-pohon yang tumbuh subur dan tertata. Lingkungan yang bersih adalah dambaan setiap orang, bukan? Sebagai insan kampus yang berintelektual tinggi, mari kita mengimbangi kecanggihan teknologi di era global ini dengan kecanggihan menata lingkungan sekitar. Ayo, mulai sekarang, buanglah sampah pada tempatnya!

Rahmati

Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI)

FKIP Unsyiah, angkatan 2008