Beranda Headline Ujian Nasional Menjadi Pertanyaan Besar

Ujian Nasional Menjadi Pertanyaan Besar

BERBAGI
Sumber: Cerita-andara.blogspot.com

Oleh  Maulana

Sumber: Cerita-andara.blogspot.com
Sumber: Cerita-andara.blogspot.com

Pendidikan merupakan kebutuhan di zaman kontemporer dan era-globalisasi. Pendidikan juga merupakan salah satu tolok ukur kualitas diri dan juga menjadi salah satu penunjang untuk terapan pada status sosial dalam masyarakat. Bahkan menurut sebahagian orang, pendidikan ialah salah satu jalan menuju kesuksesan dan jaminan masa depan.

Semua sendi kehidupan kekinian hari ini juga ditilik dari pendidikan seseorang. Sebagai contoh orang yang ingin bekerja pada suatu perusahaan pasti ditanyakan tentang pendidikannya. Ini merupakan suatu acuan bahwasanya pendidikan itu merupakan hal yang tidak bisa lepas dari konteks kehidupan di zaman abad ke-21.

Iklan Souvenir DETaK

Namun apakah pendidikan hari ini benar-benar penting? ketika kita menonton sebuah film yang diproduksi di Indonesia yang berjudul “Alangkah Lucunya Negeri Ini,” dalam film ini menceritakan tentang realita kehidupan masyarakat yang serba salah di Indonesia. Orang-orang bersekolah untuk mendapatkan pendidikan, namun setelah ia mendapatkan ilmu selama bersekolah tidak serta merta bisa di implementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam film tersebut menceritakan kisah seorang pemuda lulusan sarjana manajemen, yang berusaha mencari kerja namun hasilnya selalu nihil. Sampai tiba pada suatu hari sang pemuda berjumpa dengan seorang “anak jalanan” yang berprofesi sebagai pencopet. Sang pemuda tertarik dengan kehidupan anak tersebut dan ingin mengetahui lebih dalam tentang lika-liku “dunia copet.” Sehingga sang pemuda pun menemui bos pencopet untuk menwarkan proposal kerjasama. Dari sinilah sang pemuda meniti karir untuk me-manage hasil copet untuk dijadikan sebagai modal usaha.

Dari sini kita bisa menilik bahwa betapa sulitnya seseorang yang mempunyai pendidikan untuk mencoba peruntungan dalam dunia kerja. Tentu mereka yang berprofesi sebagai pencopet, tidak bisa seratus persen kita salahkan. Mereka melakukan hal itu (mencopet) pasti mempunyai sebab-musabab. Seseorang yang mempunyai gelar sarjana saja harus menyalurkan ilmunya pada komunitas copet. Mereka yang berpendidikan saja memakai dasi dan jas hanya untuk mencomot dan menggerogoti uang rakyat yang jumlahnya lebih besar dari mereka yang mencopet. Toh, mereka yang tidak mengenyam pendidikan harus kita salahkan kalau mereka mencopet?

Inilah salah satu corak dan gambaran kehidupan negara kita Indonesia. Pendidikan yang seharusnya baik dan bermanfaat, tapi sebaliknya malah menjadi bumerang. Sangat disayangkan memang pendidikan yang harusnya menjadikan manusia pintar, tapi malah menjadi ajang “pembodohan tersistematis”

Beberapa hari lagi siswa kelas akhir baik di tingkat SD, SMP, SMA, akan melangsungkan ujian akhir, atau yang lazim disebut ujian nasional (UN). Banyak sekolah-sekolah yang menyelenggarakan doa bersama, zikir bersama, atau semacamnya, dengan harapan ujian nasional berlangsung sukses. Sukses dalam penyelenggaraan bagi guru, dan sukses lulus bersama bagi para siswa.

Timbul pertanyaan untuk kita semua, sebenarnya apa tujuan diadakannya ujian nasional? Murnikah untuk kemajuan pendidikan? Rasionalkah jikalau itu menjadi tujuannya? Negara berpendidikan maju seperti Finlandia bahkan meniadakan ujian akhir seperti halnya yang terjadi di Indonesia hari ini. Bahkan mereka hanya memberlakukan jam sekolah hanya sekitar 4-5 jam/harinya. Sedangkan di Indonesia diberlakukan 8 jam/ harinya. Efektifkah? Majukah pendidikan kita sekarang? Tentunya menjadi pertanyaan besar untuk kita semua.

Seharusnya para pelaku pendidikan sudah bisa menyadari akan hal ini. Keefektifan itu tidak hadir hanya karena jam belajar di sekolah itu diperbanyak. Hal itu malah akan menimbulkan efek kejenuhan bagi siswa dan para pelajar. Sebagai contoh konkritnya, apa yang sudah dilakukan oleh para guru selama 8 jam disekolah? Memberikan tugas Lembaran Kerja Siswa (LKS) kepada para siswa dan setelahnya para guru akan keluar untuk bersantai di kantor? Iya, tepat. Hal itulah realita yang terjadi hari ini. Apakah kita selaku pelajar hari ini di ajarkan untuk berpikir kritis dan realistis? Jawabannya , tidak sama sekali.

Maka dari itu berhijrahlah dari pola konvensional (kesepakatan umum) yang sudah basi. Mulai berpikir dan bertindak untuk ke arah yang lebih baik. Apa salahnya sesekali kita membuka diri dan coba menerima hal yang baru. Jangan hanya mengedepankan proyek pemerintah yang berbentuk ujian nasional. Bahkan terkadang banyak penulis melihat mereka yang terkena wabah “ujian nasional” merasa bahwa itulah ujian terbesar dalam hidup mereka. Pemerintah berhasil menjadik ujian nasional ini sebagai momok yang menakutkan bagi mereka yang menghadapinya. Semoga mereka yang akan menghadapinya akan lulus dengan nilai yang memuaskan dan kembali lagi kepada ujian Allah yang sesungguhnya. Amin ya rabbal a’lamin.[]

Editor: Murti Ali Lingga