Beranda Opini Telat Wisuda, Apakah Sebuah Pilihan?

Telat Wisuda, Apakah Sebuah Pilihan?

BERBAGI

Oleh : Zikirullah

(Ilustrasi)

Terpengaruh oleh upaya pembunuhan karakter yang dilakukan oleh seorang oknum, saya membalas dengan postingan ini.

Lalu kapan saya akan diwisuda, adik sekelas sudah lebih dulu, rasa cemas gelisah masih begini, teman baik sudah di DO. Tolonglah diriku, koboi kampus yang banyak kasus. Hatiku cemas, Gelisah sepanjang hari-hariku…( Lirik lagu The Panas Dalam Band )

Iklan Souvenir DETaK

Tidak lulus-lulus?. Keterpaksaan atau karena sebuah Pilihan? Membaca lirik lagu dari The Panas Dalam (Koboy Kampus) tersebut, hati saya merasa seperti disobek2. Tersinggung? Oh tentu saja tidak. Tapi saya miris. Kenapa? saya hanya berfikir, apakah semua orang akan menganggap remeh (under estimate) mahasiswa yang lama lulusnya seperti saya? Atau, para orang tua yang punya anak cantik, bakalan ragu buat mengambil saya jadi menantu mengingat lamanya saya menyelesaikan kuliah?

***
Sekian semester saya jalani untuk kuliah dan mencari ilmu di Universitas yang katanya kampus jantoeng hate rakyat Aceh . Sebuah kebanggan tentunya buat saya pribadi ketika saya dinyatakan lulus dalam ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru tahun 2007. Bahkan orangtua saya menggelar selamatan di kampung, maklum di kampung saya di pedalaman Lhoksukon itu, saya satu-satunya mahasiswa yang bisa kuliah di universitas ini dan yang parahnya lagi belum juga tamat.

Banyak teman-teman yang setiap saat dan setiap waktu tak henti menanyakan kenapa saya begitu malas mengerjakan proses akademik saya, bahkan lebih konsentrasi mengurusi proyek sipak – sipak on pulot dan proyek lainnya. Mengenai alasan, apakah saya dipersulit oleh dosen? atau sulit menemui dosen, oh tidak, kebetulan alhamdulillah ya saya tidak mengalaminya. Bagi saya pribadi halangan ini munculnya dari diri saya pribadi. Jauh di lubuk hati saya muncul semacam kegalauan, kegalauan macam apa saya sendiri pun tak henti mencari jawabannya. Namun jawabannya selalu tanpa pilihan. Saya pun terhenti di sebuah kekosongan.

Banyak sudah contoh yang ada di sekitar saya, dari adik leting yang sudah diwisuda terlebih dahulu dan lulusnya teman-teman saya dengan predikat cumlaude sekalipun, tak bisa membuat hati saya segera terpanggil untuk menunaikan kewajiban saya menyelesaikan studi. dan pernah suatu hari saya sempat berbincang dengan salah satu dosen saya di warung kopi daerah rukoh, lalu beliau pun menanyakan, “Sudah seminar belum, kir?“. Muka saya mendadak memerah, kepala saya tiba-tiba sangat pening, seperti ribuan ton beton menjatuhi kepala saya. “Glek”, saya tersipu lalu menjawab “Hehe, Belum pak..”. Untunglah pembicaraan itu tak belangsung lama.

Sebenarnya yang membuat saya ini belum lulus adalah didasarkan oleh kemauan saya pribadi untuk terus belajar dan memdalami setiap sisi perkuliahan, percayalah kawan, saya tidak berhenti. Saya selalu belajar. Percayalah.

Jadi, buat saya “Menjadi Koboi Kampus itu adalah Pilihan, bukan karena Keadaan,” maka kalau pun di tanya kapankah saya akan memakai toga di depan pak rektor? Saya hanya mampu berkata biar waktu yang akan menjawab.

Wahai kawan, bagaimanakah denganmu? Akankah kita teruskan romantisme kita di kampus hijau ini?. Atau kita usaikan kisah romantisme kita dengan menyendiri sekitar 4 bulan agar skripsi kita terselesaikan?.[]