Beranda Headline Negeri Di Atas Asap

Negeri Di Atas Asap

BERBAGI
Ilustrasi (Sumber: Google)

Opini | DETaK

Oleh Rasly

Kebakaran hutan/lahan bisa disebabkan karena faktor alam dan bisa pula karena faktor non alam yang disebabkan oleh manusia. Pada kasus kebakaran hutan beberapa pekan terakhir yang terjadi pada sejumlah daerah di Indonesia saat ini disebabkan oleh ulah manusia dengan melakukan pembakaran hutan atas kepentingan perusahaan dan individu kemudian diperburuk dengan intensitas cuaca panas yang tinggi sehingga mempercepat penyebaran titik api. Kabut asap yang ditimbulkan cukup luas dirasakan sampai ke Negara-negara tetangga lainnya, demikian merupakan masalah.

Iklan Souvenir DETaK

Dampak yang ditimbulkan

Dampak dari kabut asap oleh kebakaran hutan bagi manusia dapat menyentuh sejumlah aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat yang merasakannya. Antara lain menurunnya produktivitas ekonomi masyarakat karena tidak dapat bekerja secara normal. Pada aspek pendidikan, sekolah harus diliburkan karena dampak bagi kesehatan yang buruk bagi murid sehingga kualitas pendidikan menjadi menurun dan itu merupakan kemunduran bagi bangsa. Dampak asap bagi kesehatan berupa Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) sebab kandungan asap hasil pembakaran mengandung sejumlah bahan kimia yang dapat menggerogoti kesehatan, sementara kesehatan merupakan faktor penting dalam melakukan aktivitas termasuk beribadah. Kerugian bagi sebagian jasa transportasi darat, laut dan udara karena kabut asap yang mengganggu perjalanan terpaksa operasional dihentikan mengingat keselamatan jiwa. Proses kejadian bencana kebakaran memang terjadi secara berlahan-lahan, mempunyai waktu kejadian yang panjang sama seperti jenis bencana kekeringan dan letusan gunung api yang berlahan tetapi mematikan dan merugikan.

Terjaga setelah terjadi

Melihat dari dampak kabut asap karena kebakaran hutan yang ditimbulkan maka seluruh elemen perlu terlibat dalam pengendaliannya. Sudah 8 (delapan) tahun sejak diterbitkannya UU No 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana oleh pemerintah, sampai sekarang siklus manajemen bencana yang implementasi oleh pemerintah hanya terfokus pada fase tanggap darurat (response) saja dan itupun belum terlaksana dengan baik, contoh kabut asap yang sedang kita nikmati saat ini. Jika ditilik lebih jauh manajemen bencana itu tidak hanya tertumpu pada saat setelah terjadi bencana saja. Yang kita saksikan saat ini adalah ketika sudah terjadi bencana barulah pemerintah dan pihak tertentu bangun dari tidur sebagai super hero. Entah karena didepan mata ada proyek besar atau momen yang cocok untuk pencitraan. Wallahu’alam! Yang jelas bencana telah terjadi dan masyarakat objek penderita utamanya. Upaya pencegahan sebelum bencana jauh lebih penting, seperti upaya mitigasi, peringatan dini dan kesiapsiagaan. Jika pemerintah tidak hanya terfokus pada tanggap darurat saja maka dana tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi bisa dimanfaatkan pada pembangunan lainnya seperti pengentasan kemiskinan, pengangguran dan pemberdayaan masyarakat.

Pengendalian

Regulasi tentang lingkungan hidup dan kehutanan adalah kekuatan hukum dalam pencegahan kebakaran hutan/lahan. Sehingga jika fungsi pengawasan dijalankan dengan baik maka tidak ada perusahaan dan petani yang membandel. Dengan kabut asap yang dampaknya tengah kita rasakan yang seakan kita sedang hidup di sebuah tempat yakni negeri diatas asap, semoga menimbulkan kesadaran masyarakat dan dunia usaha untuk menjaga lingkungan hidup serta pemerintah bersinergi dalam mengimplementasikan siklus manajemen bencana. Bukankah dalam Agama juga dianjurkan untuk menjaga lingkungan. Mari menjaga tanah air kita dari tangan-tangan jahil sehingga generasi bangsa kita tidak teracuni, bisa hidup sehat dan cerdas tanpa kabut asap.

Penulis adalah Rasly, Mahasiswa S2 Kebencanaan Unsyiah. Email: [email protected]

Editor: Riska Iwantoni