Beranda Opini Menanti Asa Kampus Siaga Bencana

Menanti Asa Kampus Siaga Bencana

BERBAGI
Ilustrasi (Sumber: Google)

Oleh Riki Azhari

Ilustrasi (Sumber: Google)
Ilustrasi (Sumber: Google)

Tsunami tampaknya kurang memberikan pelajaran berharga bagi sebagian masyarakat Aceh. Musibah maha dahsyat tersebut adalah sebagai salah satu bencana terbesar di abad 21, namun peristiwa ini belum dipelajari secara menyeluruh untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, atau mungkin dipelajari dalam berbagai penelitian. Tetapi tidak diaplikasikan dalam kehidupan. Tsunami Aceh sudah 10 tahun berlalu dengan segenap kisah yang ditinggalkan, namun belum ada perhatian khusus untuk mencegah kejadian serupa terulang, minimal usaha – usaha untuk meminimalisir dampak dari musibah tersebut utamanya di Universitas Syiah Kuala sebagai tempat berkumpul para intelektual.

Berkaca pada gempa 11 april 2012 silam, tampak mahasiswa, dosen, dan seluruh elemen kampus panik ketika Aceh diguncang gempa berkekuatan 8,1 SR, yang terjadi tepat ketika kegiatan perkuliahan sedang berlangsung. Akses Darussalam-Lamyong tepatnya di Jembatan Lamnyong macet total. Kendaraan yang menuju dan keluar dari Darussalam memenuhi jembatan tersebut dan hampir tidak bergerak. Bayangkan seandainya waktu itu Tsunami benar-benar datang, seluruh manusia di atas jembatan akan terseret arus yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari bibir pantai. Padahal selain jalan menuju ke Lamnyong, akses dari Darussalam menuju ke tempat yang aman masih tersedia. Jalan limpok (belakang Fakultas Kedokteran Unsyiah) maupun jalan menuju bandara melalui tungkop adalah beberapa alternatif disamping jalan-jalan “tikus” yang melewati perumahan warga. Namun sayangnya, jalan tersebut belum banyak di ketahui oleh mahasiswa bahkan oleh dosen sehingga semuanya berlomba untuk menuju ke arah Lamnyong yang sudah sangat padat. Tidak ada juga tim siaga bencana di Unsyiah membuat kekacauan menjadi semakin bertambah. Mahasiswa dan dosen bergerak tak beraturan tanpa ada yang mengorganisir, panik dan tidak tau harus kemana. Seharusnya, sebagai kaum intelektual, mahasiswa menjadi contoh bagi masyarakat bagaimana memanajemen massa ketika bencana terjadi.

Iklan Souvenir DETaK

Univeristas Syiah Kuala (Unsyiah) sebagai institusi pendidikan tinggi tertua dan terbesar di Aceh telah memiliki program studi magister kebencanaan sejak beberapa tahun silam. Unsyiah juga memiliki lembaga penelitian kebencanaan yaitu Tsunami & Disaster Managemen Research Center (TDMRC). Dalam tataran kemahasiswaan, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) KSR PMI Unit Unsyiah juga telah berdiri sejak lama. Namun menjadi pertanyaan adalah, dengan segenap kapasitas yang ada dan pengalaman yang pernah di alami, Unsyiah belum juga menyadari arti penting dari kesiap-siagaan bencana. Buktinya hingga saat ini, belum pernah ada pencanangan Kampus Siaga Bencana di kampus “jantong hatee rakyat Aceh” ini. Padahal, universitas lain yang  daerahnya cenderung lebih stabil telah jauh-jauh hari mencanangkan program tersebut sebagai langkah preventif untuk Pengurangan Resiko Bencana (PRB).

Kampus Siaga Bencana (KSB) adalah kegiatan pengurangan resiko bencana yang berfokus pada kampus. Kampus merupakan tempat para civitas akademik selaku agen perubahan yang akan menjadi subyek untuk menyebarkan informasi mengenai Pengurangan Resiko Bencana (PRB). Kedepannya diharapkan para mahasiswa yang akan atau telah berkiprah di masyarakat seperti dalam kegiatan bakti sosial, desa binaan, maupun Kuliah Kerja Nyata (KKN) akan dapat terus berperan dalam penyebaran pengetahuan tentang pengurangan resiko bencana atau siaga bencana.

Dengan keterlibatan kampus, nantinya akan tumbuh kepedulian terhadap pengurangan resiko bencana secara massal. KSR PMI, Pema, BEM dan seluruh elemen Perguruan Tinggi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan kampus siaga bencana yang berfungsi sebagai pintu masuk dan juga penggerak serta pendorong kegiatan pengurangan resiko bencana di kampus. Dalam kegiatannya kampus siaga bencana melibatkan semua stack holder kampus mulai dari rektor, Pemerintahan Mahasiswa/Badan Eksekutif Mahasiswa sampai penjaga kampus dan kantin – kantin yang ada di kampus serta masyarakat sekitar kampus.

Untuk mencapai hal tersebut, perlu adanya pencanangan kampus siaga bencana di Unsyiah dan menjalankan program-program penting agar seluruh warga kampus bisa lebih siaga dan siap ketika bencana terjadi sebagai model bagi masyarakat kita dalam menanggapi bencana. Beberapa langkah dapat dilakukan diantaranya pembentukan tim siaga bencana dengan bekerja sama dengan KSR PMI unit Unsyiah, Sosialisasi dengan memasukkan mata kuliah kebencanaan dalam kurikulum Unsyiah, pemasangan penunjuk arah evakuasi dan melaksanakan simulasi bagi seluruh civitas akademika.[]

Penulis adalah Riki Azhari, Mahasiswa Prodi Psikologi Unsyiah, 2011

Editor: Murti Ali Lingga