Beranda Headline Mahasiswa Yang  Lihai  ‘Peh Tem’

Mahasiswa Yang  Lihai  ‘Peh Tem’

BERBAGI
Memori Referendum di Aceh tahun 1999 (foto/ikhwanesia.com)

Opini | DETaK

Oleh Amarullah Yacob

Kata “Maha” menunjukkan makna tinggi, dalam artian orang-orang yang menggeluti dunia pendidikan tertinggi di perguruan tinggi. penjabaran “tinggi” yang lebih luas dapat dikatakan bahwa mahasiswa orang-orang yang memiliki kepekaan yang tinggi terhadap sesuatu fenomena yang terjadi, baik itu dalam masalah sosial, politik, pendidikan dan masalah  lainnya.

Iklan Souvenir DETaK

Mahasiswa yang merupakan tongkat estafet negeri di masa yang akan datang, kiprahnya tentu tidak diragukan lagi,  telah banyak memberikan warna tersendiri pada peradaban bangsa Indonesia. Kita semua masih ingat pada masa kekuasaan presiden Soeharto tahun 1998 dimana mata dunia tertuju pada keberanian mahasiswa Indonesia. Aksi yang sangat ekstrim dilakukan yaitu demo secara besar-besaran untuk melengserkan kekuasaan Soeharto yang dianggap terlalu otoriter  memegang  kekuasaan kala itu.

Keberanian mahasiswa juga ada di Aceh. Sekilas membuka file lama, masih terbayang-bayang didalam pikiran kita tentang aksi tanggal 8 November di tahun 1999  terjadi Referendum di Aceh. Hampir 1,5 juta rakyat secara berduyun-duyun memadati masjid Baiturrahman Banda Aceh, seluruh elemen masyarakat bersatu padu baik itu dari golongan ulama, DPRD, maupun Mahasiswa, guna untuk menuntut keadilan kepada pemerintah pusat, terdengar alunan rakyat Aceh kala itu membaca takbir, shalawat serta  hikayat prang sabi sehingga membuat suasana  menjadi bergemuruh.

Itu hanya secuil contoh dari aksi heroik mahasiswa tempo dulu yang memiliki rasa kepekaan tinggi terhadap fenomena yang terjadi. Jika penulis membuat perbandingan, sungguh sangat jauh perbedaan peran mahasiwa dulu dengan mahasiswa sekarang, jangan menyalahkan waktu dan keadaan terhadap perubahan fungsional mahasiswa saat ini.

Mahasiswa Kotor

Penulis sempat bergelut di dunia organisasi kampus yang diprakarsai oleh mahasiwa, berharap akan ada pengalaman serta pencerahan yang dapat di ambil kelak dari proses yang akan dijalani,. Alangkah terkejut dan rasa tidak percaya ketika melihat bahwa banyak mahasiswa yang melakukan tindakan  menyeleweng dalam organisasi kampus diantaranya korupsi, saling menyalahkan satu dengan lainnya, merebut jabatan dengan cara yang tidak sehat, bahkan yang lebih parah adalah sentiment senior diwariskan terhadap junior yang belum mengetahui begitu banyak bagaimana organisasi kampus dan masih banyak hal-hal negatif lain yang dilakukan mahasiwa meskipun itu hanya berskala kampus.

Aksi demikian sangat berlawanan dengan fitrah mahasiswa, yang semestinya  mahasiwa menjadi “mirror public”. Gambaran kelakuan mahasiswa seakan-akan menyayat hati dengan demikian akan muncul spekulasi bahwa mahasiswa menjadi orang kotor dalam kelakuan.

Manis di bibir saja

Mahasiswa semestinya menjadi idola masyarakat dimana mahasiwa menjadi penampung aspirasi umat terlebih yang ekonomi menengah ke bawah, akan tetapi pupus harapan masyarakat terhadap mahasiswa sekarang. Banyak mahasiswa terutama di Aceh yang dimanfaatkan oleh oknum , karena mahasiswa mudah dijadikan mitra untuk mewujudkan kepentingan oknum.  Hal tersebut dilakukan secara terang-terangan. Dari itu mahasiswa secara intensif melakukan yel-yel, mengatasnamakan rakyat.

Hal tersebut membuat mahasiswa mengasah skill individual yaitu “Pèh tèm” (istilah dalam bahasa Aceh untuk pembicaraan yang tak beguna) dengan kedok untuk kemakmuran rakyat. Ucapan manis mulai terdengar dari mulut-mulut mahasiswa yang telah didoktrin oleh oknum-oknum tertentu. Hal tersebut akan mengubah pandangan masyarakat terhadap peran mahasiswa itu sendiri.

Penulis berharap banyak semoga tulisan ini bisa menjadi bahan renungan untuk mahasiswa terutama aktivis kampus, agar senantiasa berbenah ke arah yang lebih baik serta mewujudkan peran mahasiswa yang menjadi penampung segala aspirasi rakyat, dengan demikian akan mahasiswa akan mendapat dukungan penuh dari rakyat. Amiin ya Rabbal ‘Alamiin.[]

Penulis bernama lengkap Amarullah Yacob, lahir di Mesjid Runtoh 07 juni 1994. Sekarang tercatat sebagai mahasiswa Pendidikan Agama Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh angkatan 2012.

Editor: M. Fajarli Iqbal