Beranda Headline Jangan Nodai Kebaikan Aceh untuk Rohingya

Jangan Nodai Kebaikan Aceh untuk Rohingya

BERBAGI
Sumber: Google

Opini | DETaK

Oleh M. Fajarli Iqbal

Sumber: Google
Sumber: Google

Peumulia jamee adat geutanyoe, peumulia rakan mameh suara (memuliakan tamu adalah adat kita, memuliakan teman bijak bertutur) begitulah Hadih Maja (pepatah khas Aceh) yang melekat erat dalam kehidupan masyarakat Aceh dan dipakai sebagai panduan dalam hidup bermasyarakat. Tak heran jika siapapun yang datang ke Nanggroe Aceh ini akan disambut baik terlebih bagi mereka yang membutuhkan seperti saudara kita bangsa Rohingya.

Iklan Souvenir DETaK

Hanyutnya suku Rohingya beberapa waktu lalu ke pesisir Aceh menjadikan Serambi Mekah sebagai perhatian dunia. Banyak yang kagum dengan tindakan rakyat Aceh ini dan tidak sedikit pula yang mengkritik walau akhirnya kritik tersebut juga berbalik arah menjadi pujian.

Bangsa Rohingya yang dikabarkan terapung-apung di lautan sempat ditolak di beberapa negara dan akhirnya diterima di Aceh. Masyarakat Aceh pun tak sungkan-sungkan memberikan bantuan untuk kemaslahatan muslim Rohingya tersebut.

Namun beberapa waktu terakhir sempat beredar kabar bahwa ada sebagian pihak yang terganggu dengan keintiman Aceh dan Rohingya tersebut. Tak sedikit tulisan-tulisan yang isinya menggembosi dan terkesan mengompori agar keakraban tersebut hilang dan pudar.

Kebebasan berpendapat memang dengan sangat jelas diatur dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1998 Tentang Kebebasan Berpendapat dalam Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa ‘Hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.’

Dalam konteks ini memang semua orang berhak berpendapat namun harus diingat pendapat seseorang itu bisa keliru dan jauh dari kebenaran fakta oleh sebab itu berpendapat boleh saja asal dalam koridor norma dan kebenaran sehingga kebebasan berpendapat tidak menjadi sumber penyebaran isu yang justru menimbulkan persoalan baru.

Belakangan ini banyak tulisan terutama di media sosial yang memprovokasi agar bantuan untuk Rohingya dihentikan. Dalam sebuah artikel dengan judul ‘Hentikan Bantuan untuk Rohingya, Mampukah Kita? dan dimuat dalam media ini pada 23 Mei 2015 silam, dengan gamblang menyerukan untuk menghentikan bantuan untuk Rohingya karena ditakutkan akan muncul kecemburuan sosial.

Dalam tulisan tersebut juga terdapat redaksional bahwa ‘masyarakat Aceh dalam suasana euforia’ (kesenangan yang berlebih) karena dapat membantu para pengungsi Rohingya, penulis artikel tersebut juga memberikan resolusi agar pemerintah memberikan sebuah tempat tinggal untuk para pengungsi internasional itu. Sungguh sangat mulia.

Namun penulis itu pun menuding para imigran tersebut akan menjadi malas jika terus diberikan bantuan. Dengan secara tidak langsung menyeru para pembaca untuk menghentikan kiriman bantuan ke posko pengungsian Rohingya. Berkaitan dengan pandangan itu, saya menaruh rasa keberatan. Selain itu, penulis artikel juga menuding bantuan yang diberikan rakyat Aceh punya niat tertentu, pribahasa sambil menyelam minum air pun ia lontarkan dalam tulisannya. Sungguh tak elok!

Ingin sekali saya menyampaikan bahwa rakyat Aceh dengan ikhlas membantu para pengungsi Rohingya maupun mereka yang berasal dari etnis yang lain. Jangan nodai kebaikan hati masyarakat Aceh hanya karena ada oknum-oknum tertentu yang mencari keuntungan dalam musibah ini. Saudara kita Rohingya itu sedang mengalami musibah dan kita sebagai saudara seiman dan seakidah membantunya, apakah itu salah?

Mengenai tempat tinggal yang layak untuk Rohingya agar mereka bisa hidup mandiri pun sudah direncanakan beberapa waktu lalu. Pemerintah Indonesia mempertimbangkan untuk meminjamkan pulau untuk Rohingya (Tempo.co 22 Mei 2015). Tak hanya itu, masyarakat dunia pun sudah mulai bereaksi mengenai suku Rohingya tersebut. Tidak sedikit aktivis dunia yang mendesak Myanmar untuk menberikan status kepada Rohingya. Itu semua berbuntut dari kebaikan Aceh yang dengan ikhlas dan sukarela menampung Rohingya.

Kebaikan Aceh menolong sesama jangan ditafsirkan dengan pikiran picik yang dapat merusak persahabatan Aceh dan Rohingya. Sebagai asoe lhok (pribumi) saya bangga dengan masyarakat Aceh yang dengan kompak mengumpulkan bantuan untuk saudara kita yang sedang mengalami musibah. Kepekaan Aceh terhadap isu kemanusia masih sangat tajam. Kendati demikian masyarakat hanya dapat mendesak pemerintah dan dunia untuk menentukan nasib Rohingya kedepannya akan bagaimana.

Oleh sebab itu sampai saat ini kita harapkan masyarakat untuk tidak menghentikan bantuannya untuk Rohingya karena sampai saat ini mereka masih membutuhkan uluran tangan kita untuk dapat menghidupi diri mereka dan keluarganya yang masih bersisa. Mari kita doakan bersama agar pemerintah kita dan pemerintah di seluruh dunia menyikapi masalah ini dengan bijak. Semoga suku Rohingya dapat kembali hidup normal sebagai manusia yang beradap dan tidak dipandang hina.[]

Penulis adalah M. Fajarli Iqbal, Mahasiswa Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh.

Editor: Mulya Rizki Nanda