Beranda Opini Etika Berliterasi

Etika Berliterasi

Azwardi, Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Unsyiah
loading...

Opini | DETaK

Tidak dapat dipungkiri bahwa barometer kemajuan suatu bangsa dan negara diukur berdasarkan indeks kecerdasan anak bangsanya. Semakin baik indeks kecerdasan anak bangsa semakin baik pula derajat dan martabat bangsanya. Pada level nasional, Gerakan Literasi Nasional (GLN) merupakan program unggulan pemerintah dalam rangka pemartabatan bangsa dalam ranah percaturan global. Pada level daerah, Aceh Caröng misalnya, merupakan salah satu program primadona Gubernur Aceh dalam rangka pemartabatan bangsa dalam ranah percaturan nasional. Berbagai agenda yang berhubungan dengan pencapaian program unggulan yang telah digulirkan pemerintah Aceh terus disinkronisasikan dan diadaptasi dengan berbagai potensi keunggulan daerah sesuai dengan kearifan lokal. Berbagai agenda yang berhubungan dengan pencapaian program unggulan tersebut terus digulirkan melalui satuan-satuan kerja terkait.

Berkaitan dengan hal itu, budaya baca perlu dibina agar tercipta masyarakat yang gemar membaca. Membaca seharusnya dipandang sebagai suatu kebutuhan. Bidang apa saja yang ditekuni oleh seseorang, ia harus selalu membaca. Setiap bidang ilmu yang telah berkembang melalui media cetak harus dipelajari melalui kegiatan membaca. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa membaca merupakan alat untuk memperoleh pengetahuan (Bahry, 2000). Kegiatan literasi meliputi baca, tulis, dan sebarkan. Untuk dapat membaca dengan baik, dibutuhkan minat dan semangat yang tinggi terhadap bahan bacaan. Untuk dapat menulis dengan baik dibutuhkan referensi atau skemata yang luas terkait dengan apa yang ditulis. Untuk dapat menyebarkan produk literasi dibutuhkan media atau perantara yang memadai dalam pendistribusiannya. Itulah esensi literasi.

loading...

Dalam pada itu, seorang dosen misalnya, dari berbagai kegiatan dan pengalaman akademiknya ia berkewajiban menyusun buku referensi berdasarkan hasil penelitiannya (output penelitian) demi pengembangan keilmuan sebagai salah satu wujud dari Tri Dharma. Kemudian, berdasarkan berbagai buku referensi yang terkait, seorang dosen juga sangat dianjurkan menyusun buku ajar yang berkualitas berdasarkan plot Rencana Perkuliahan Semester (RPS), atau kontrak kuliah demi membantu mahasiswa yang diampunya dalam mempelajari dan memahami konsep-konsep dasar dalam mata kuliah tertentu.

Ilustrasi (Dok. Pribadi)

Bila dosen tersebut telah memiliki buku ajar, dia sangat boleh menyarankan mahasiswanya untuk menggunakan buku tersebut sebagai salah satu bahan ajar, atau secara kasarnya, dosen tersebut boleh mencetak dan menjualnya kepada mahasiswa dengan harga yang terjangkau atau diskon yang sesuai sebagai bentuk penyebaran produk literasi yang paling tepat sasaran (yang tidak boleh menjual narkoba atau menjual mimpi). Lebih baik lagi jika buku ajar tersebut dibeli oleh universitas, apakah melalui mekanisme plat pay atau sistem royalti, apakah berupa buku fisik (book paper) atau buku elektronik (ebook), dan dibagikan secara gratis atau bersubsidi secara signifikan kepada mahasiswa. Dengan demikian, dosen sebagai penulis buku juga terapresiasi dengan baik, dan tetap semangat dalam berliterasi; meneliti demi mengembangkan ilmu dan menulis buku demi menyebarkan ilmu.

Saat suatu produk literasi sudah layak sebar (sudah terpenuhi segala persyaratan atau ketentuan yang berlaku), sudah tentu penulis dari produk tersebut terproteksi atau terlindungi haknya. Siapa saja yang berminat menyebarluaskannya, baik untuk tujuan akademik maupun hajatan komersial (bisnis) tidak ada masalah sepanjang cara-cara yang ditempuh tidak menyalahi aturan, bukan jalan pintas yang tidak pantas, dan yang terpenting memiliki mekanisme yang jelas. Berkaitan dengan tujuan akademik, siapa pun boleh mengutipnya sebagai referensi dalam penulisan produk literasi lainnya asalkan yang bersangkutan melakukan sitasi yang benar, sehingga reputasi pemilik karya yang dikutip tetap terjaga. Berhubungan dengan hajatan komersial, pihak mana pun bisa membisniskannya sepanjang pihak tersebut bergerak berdasarkan kontrak atau perjanjian yang tersepakati oleh para pihak sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, baik hak kekayaan intelektualnya maupun hak kekayaan ekonominya.

Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diketahui bahwa negara melindungi dengan baik hak intelektual penulis melalui undang-undang, bahkan memproteksinya dalam jangka waktu yang lama, yaitu sampai 70 tahun setelah pemiliknya meninggal dunia. Dengan perkataan lain, hak kekayaan intelektual seorang penulis bisa diwariskan. Itulah sebabnya mengapa setiap penulis harus mendaftarkan the first file karyanya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia agar secara hukum karyanya terjamin kepastian perlindungannya. Itu pula sebabnya mengapa dalam suatu buku ber-ISBN (International Standard Book Number) dicantumkan pernyataan, “Hak cipta yang dilindungi undang-undang ada pada penulis. Dilarang memperbanyak, baik sebagian maupun seluruh isi buku ini, tanpa izin dari penulis atau penerbit”.

Dalam kenyataannya, persoalan yang kerap terjadi adalah karya seseorang lempeng-lempeng saja disalahgunakan oleh perompak-perompak yang tidak bertanggung jawab; dibajak untuk tujuan-tujuan komersial. Misalnya, ada seseorang akademisi, demi tujuan karier pangkat dan jabatan atau kualifikasi akademiknya, membabi buta membajak karya orang, mulai dari teknik-teknik kanibal (tanpa sitasi yang benar), sampai dengan cara-cara yang brutal (full copy-paste), dan kemudian melabeli sebagai karya miliknya. Contoh lain, ada juga percetakan atau toko buku, demi hajatan komersial meraup keuntungan yang banyak, membabi tuli menggandakan karya orang, mulai mengopinya secara manual sampai mencetaknya secara modern dan menjualnya secara luas ke publik. Tindakan bodoh tersebut tentu sangat merugikan pemilik karya. 

Kenyataan miris tersebut telah saya alami berulang kali. Mulai dari pembajakan oleh personal, perampokan draf oleh oknum penerbit, sampai dengan penggandaan buku oleh toko buku tanpa suatu komitmen dengan saya sebagai pemilik buku. Awalnya semua pelanggaran tersebut saat saya gugat kepada lembaga penegak hukum, gugatan saya tidak dapat ditindaklanjuti proses hukumnya karena dokumen kunci (sertifikat HKI)-yang membuktikan secara hukum bahwa produk literasi itu benar milik saya belum ada di tangan saya. Pada akhirnya saya hanya bisa urut dada dan isap jempol atas penzaliman tersebut. Maka dari itu, kini semua produk literasi saya, khususnya buku yang sudah ber-ISBN, sudah memiliki sertifikat HKI yang saya pegang sendiri. Dengan begitu, akan mudah melakukan pelaporan dengan menggunakan bukti yang sudah tersedia di tangan penulis.

Perlu juga saya sampaikan kepada publik bahwa semua karya akademik saya yang sudah terpublikasi (ber-ISBN) berupa buku referensi di level perguruan tinggi bersifat open access via laman RP2U Universitas Syiah Kuala. Artinya, sejak awal terbit buku-buku tersebut bebas akses, gratis, dan boleh download sesuka hati bagi siapa saja yang mau membaca atau menggunakannya sebagai referensi. Dari awal sudah saya ikhlaskan semua untuk publik, khususnya bagi publik akademik (civitas akademika); mahasiswa dan dosen, sepanjang masa.

Maka, sangat tidak benar bila ada sinyalemen atau oknum-oknum akademisi yang mengatakan bahwa saya menulis hanya demi koin. Saya menulis demi menyebarkan ilmu, mencerdaskan bangsa, dan membesarkan institusi tempat yang membuat asap dapur saya mengepul. Kalau ternyata ada manfaat lain dari kegiatan literasi yang saya geluti, itu tidak lain adalah rezeki yang tidak diduga-duga yang memang telah dijanjikan oleh Sang Maha Pemberi Rezeki. Jadi, berhenti membuli atau membuat kekacauan menjadi terlihat keren. Mari introspeksi diri, berapa paragraf telah kita tulis sebagai bentuk peduli kita bagi eksistensi institusi yang kita banggakan. Mari menjadi insan literasi yang apresiatif; yang menjunjung nilai-nilai etika akademik dan kewirausahaan. Salam literasi. Mari baca, tulis, dan sebarkan!

Azwardi, S.Pd., M.Hum., Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Unysiah; Peneliti Produktif pada LP2M Unsyiah; Penerima Penghargaan sebagai Dosen Penulis Produktif 2019 dari Rektor Unsyiah; dan Ketua Lembaga/Komunitas Literasi Bina Karya Akademika.