Beranda Headline Bentrok “Kepentingan” Di Gelanggang Unsyiah

Bentrok “Kepentingan” Di Gelanggang Unsyiah

BERBAGI

Bentrok antara kedua kubu mahasiswa 14 Mei lalu hingga kini masih meninggalkan tanda tanya. Benarkan bentrok tersebut murni untuk kepentingan mahasiswa atau untuk kepentingan “lain”.

Isu pertikaian antara kedua kubu mahasiswa ini sebetulnya telah tercium saat pelaksanaan SU-KBM (Sidang Umum Keluarga Besar Mahasiswa) di ruang Flamboyan gedung AAC Dayan Dawood. Suasana panas mulai terlihat saat pembahasan Revisi Konstitusi Pemerintahan Mahasiswa Univeristas Syiah Kuala, adu mulut pun tak terelakkan.

Perang mulut mahasiswa itu sempat mengundang kekesalan PR III, Rusli Yusuf, yang saat itu ikut menyaksikan SU-KBM. “Hentikan! kalian harus saling menghargai satu sama lain. Bukannya seperti ini,” katanya saat melerai adu mulut yang terjadi saat itu.
Anehnya, tidak seorang pun yang menggubris perkataan Dr. Rusli Yusuf, M. Pd., tersebut, dan akhirnya, bentrok pun terjadi.

Iklan Souvenir DETaK

Dulu, pertikain antarmahasiswa juga kerap terjadi di Universitas Syiah Kuala menjelang pemilihan presiden mahasiswa. Dari data yang dihimpun DETaK, menjelang pemilihan presiden mahasiswa periode 2009-2010 lalu pernah terjadi pertikaian di Fakultas Pertanian Unsyiah. Tak hanya sampai di situ, saat perhitungan suara pada pemilihan presiden mahasiswa periode 2009-2010 meletus bentrok antarmahasiswa disebabkan karena selisih pendapat.

Beberapa mahasiswa yang sempat dimintai pendapatnya mengaku bingung dan bertanya, sebenarnya apa tujuan mahasiswa bentrok? Apakah untuk mencari jabatan atau kekuasaan.

Fauzi misalnya, mahasiswa Fakultas Ekonomi ini sambil berseloroh berkata; “Jangan-jangan mereka bentrok memang adanya kecemburuan sosial, untuk mengejar uang, mungkin. Kan, di lembaga-lembaga kampus itu banyak uangnya.”

Pendapat Fauzi ternyata dibantah juga oleh beberapa mahasiswa lainnya. Aris, mahasiswa Fakultas Teknik ini mengaku bentrok saat ini merupakan hal yang biasa dan tidak bisa disangkut-pautkan dengan masalah jabatan dan uang. Jika pun ada, itu hanya oknum-oknum mahasiswa saja.

Pendapat Fauzi dan Aris memang belum tentu benar. Namun dari beberapa pengurus lembaga kampus yang DETaK temui memang mengakui jika tuduhan untuk masalah kedudukan dan uang masihlah sangat bias walaupun kemungkinan tetap ada. Dan kedua belah pihak saling mempertahankan dua “kekuatan” itu.

Pendapat menarik dilontarkan mantan Komandan Resimen Mahasiswa Unsyiah, Andi Abrar Wira. menurutnya, perselisihan antara kedua kubu ini bukanlah hal baru di Unsyiah. Sudah sejak dulu perselisihan antara kedua kubu ini mencuat karena ada suatu kepentingan. “Jabatan seorang presiden mahasiswa merupakan jabatan yang strategis dan mempunyai nilai tawar yang sangat tinggi. Bisa jadi ini yang mengakibatkan keributan antara kedua kubu tersebut,” ujarnya.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa besarnya pengaruh presiden mahasiswa sangat menggiurkan, sebagaimana jabatan bupati, gubernur bahkan presiden.

Selain itu, kepentingan politis juga menjadi perdebatan serius hingga kini. Apakah bentrok itu karena kepentingan politis, kekuasaan ataupun uang belum mampu dijawab secara pasti.

PR III Rusli Yusuf membenarkan hal ini. Menurutnya, bentrok antara mahasiswa yang terjadi di belantaran gelangang mahasiswa Unsyiah beberapa waktu lalu sarat dengan kepentingan politik karena ingin menduduki jabatan tertentu.
“Penyebab utamanya adalah persaingan antarkomunitas-komunitas ataupun lembaga tertentu untuk menduduki jabatan presiden mahasiswa,” ungkapnya.

Namun pendapat ini dibantah oleh Ketua BEM FKIP, Safrudin. Menurutnya tuduhan itu terlalu naif. “Sangat naif untuk mengatakan itu, karena kita masih membahas masalah revisi bukan masalah uang dan kedudukan. Jika pun meributkan masalah jabatan, hal ini terkait jabatan yang dulu dipegang harus dapat bertanggung jawab selama mereka menjalankan pemerintahan,” ungkap Safrudin.
Akan tetapi Safrudin mengakui, jika ada yang berkepentingan terhadap Pemira ke depan. Tapi jujur, kita tidak mengetahui siapa yang mengambil keuntungan dibalik keributan itu semua.

Pendapat Syafruddin dibenarkan oleh Muzammi HS, Ketua BEM Ekonomi ini mengaku tuduhan tersebut sangatlah bias. “Untuk saat ini telalu bias untuk menyimpulkan masalah uang dan jabatan di balik semua kerusuhan tersebut, karena kita tidak bisa buktikan secara real, semuanya masih hanya pendugaan-pendugaan saja,” sebut Muzammi.***

DETaK|Iwan Aramiko