Beranda Headline Bahasa Asing, Sudah Keharusan!

Bahasa Asing, Sudah Keharusan!

BERBAGI

“Terus terang saya malu pada diri saya sendiri. Saya pernah mengikuti materi kuliah umum, tapi saya tidak mengerti sama sekali apa yang dibicarakan saat itu”.

Itulah pernyataan yang terlontar dari bibir Ahmad, mahasiswa angkatan 2007 Fakultas Hukum. Perasaan bingung, sedih dan kesal bercampur satu. Bagaimana tidak, Ia tidak mampu memahami isi perkuliahan tersebut karena alasan klise, pemateri menggunakan bahasa Inggris.

Kuliah Umum berjudul “Aceh Dalam Rekaman Sejarah China” yang menghadirkan pembicara dari Guru Besar Islamic Studies National Cheng Chi University Taiwan, Prof Dr Nabil Chang Kuan Lin pada Bulan Februari lalu itu memang menggunakan bahasa inggris. Tidak sedikit mahasiswa Unsyiah yang kewalahan memahami isi materi yang disampaikan Prof Nabil.

Iklan Souvenir DETaK

Terkesan sepele memang, namun kejadian itu menjadi pelajaran berharga bagi Ahmad. “Jujur, setelah kuliah umum tersebut saya bertekad untuk belajar bahasa inggris secara serius,” ujar Ahmad kepada DETaK, Rabu, 5 Mei 2009.

Lemahnya penguasaan bahasa asing dari mahasiswa Unsyiah ini dibenarkan Pembantu Rektor (PR) I Universitas Syiah Kuala, Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng. Menurutnya, penguasaan bahasa asing di Universitas Unsyiah sendiri masih kurang. Harus diakui, sebagian besar mahasiswa di Unsyiah dan Aceh secara umum memang masih banyak yang tidak menguasai bahasa asing.

Sebenarnya, pasca tsunami tahun 2004 silam, tingkat pemahaman dan keseriusan masyarakat Aceh untuk menguasai bahasa asing memang semakin terlihat nyata. Tidak terkecuali para mahasiswa. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya mahasiswa yang mengikuti kursus bahasa asing diberbagai lembaga kursus bahasa yang ada di Banda Aceh.

Bahkan, beberapa lembaga kursus terpaksa membuka kelas tambahan guna menampung banyaknya mahasiswa yang ingin belajar Bahasa Inggris.selain bahasa Inggris, bahasa lain juga tak kalah banyak peminatnya. Ini terlihat dari beberapa course yang sudah mulai membuka Bahasa Jerman, Bahasa Jepang, Bahasa Arab dan lain sebagainya.

Antusiasme mahasiswa untuk mengikuti kursus bahasa Inggris juga berbeda-beda. Rizki, misalnya. Mahasiswa Fakultas Hukum ini sengaja mengikuti kursus untuk menembus TOEFL (Test Of English As a Foreign Language). Apalagi, Unsyiah juga mewajibkan angka Toefl bagi semua mahasiswa Unsyiah yang ingin menyelesaikan S1 dan S2-nya.

Rizki mengaku, dia rela mengeluarkan isi kantongnya demi mencapai Toefl 450 sebagaimana yang disyaratkan. “Untuk Sembilan bulan, saya harus membayar sebesar Rp 1,5 juta di course LIA,” ujarnya.

Lain halnya dengan Vivi, mahasiswi ini sudah serius menekuni Bahasa Inggris sejak sekolah dasar (SD). Akan tetapi ia menyayangkan tingkat perhatian Universitas Syiah Kuala terhadap penguasaan bahasa asing masih dinilai kurang mendapat perhatian. “Perhatian dari Universitas masih sangat kurang,” ujar Vivi. Untuk belajar bahasa asing ia rela memeras keringat dengan kerja sambilan di salah tempat di Banda Aceh.

Begitu banyaknya minat dan kebutuhan mahasiswa dalam menguasai bahasa asing, akan tetapi upaya dari universitas untuk memfasilitasi mahasiswa itu sendiri masih dirasa sangat kurang.

Sebenarnya, pihak rektorat sendiri sudah berupaya membantu mahasiswa dalam menguasai bahasa asing, misalnya melalui text book dalam Bahasa Inggris, menyediakan Laboratorium Bahasa dan perencanaan penyediaan corner di pustaka, seperti corner Jepang, corner Taiwan, Mandarin, Amerika dan Arab.

Rupanya pihak rektorat tidak mau tinggal diam di tempat, sebagaimana yang dikatakan PR I, Prof Syamsul Rizal. Banyak dosen yang di tekan untuk dapat menyampaikan mata kuliah dengan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Seperti di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Kedokteran selama ini sudah mempunyai international class, dan pada bulan September mendatang Fakultas Hukum juga akan launching untuk international class.

“Kita sudah siapkan staf pengajar, mulai yang sudah selesai maupun yang sedang melanjutkan S2 dan S3 di luar negeri untuk membantu mahasiswa Unsyiah dalam mengembangkan Bahasa Inggris, sehingga kedepan mahasiswa Unsyiah bisa menguasai Bahasa Inggris lebih baik,” tambahnya.

Untuk meningkatkan kapasitas mahasiswa, pihak Unsyiah juga sudah memperlakukan peraturan yang mewajibkan setiap mahasiswa yang akan mengikuti sidang diwajibkan harus memboyong nilai TOEFL minimal 450, dan direncanakan pada tahun ini nilai TOEFL akan dinaikan menjadi 475. Semua itu dilakukan Unsyiah guna meningkatkan kualitas lulusannya. “Saya berikan apresiasasi kepada mahasiswa yang mau belajar Bahasa Asing di kampus, itu sangat bagus.” Tutup Syamsul Rizal.

DETaK | Lisma Linda