Beranda Feature Terulangnya Rezim Soeharto

Terulangnya Rezim Soeharto

BERBAGI

Sayed Jamaluddin | DETaK

Posko "Tolak Politisasi Kampus" (Foto: Rahmat Taufik/DETaK)

Darussalam – Malam itu, Minggu 4 Desember 2011, sekitar pukul 23.00 wib, puluhan resimen mahasiswa (menwa) dan satuan pengamanan (satpam) Unsyiah mendatangi posko “Tolak Politisasi Kampus” yang didirikan oleh empat orang mahasiswa Unsyiah, tepatnya di samping papan nama Unsyiah jalan T. Nyak Arief, Kopelma Darussalam, Banda Aceh.

Iklan Souvenir DETaK

Pada saat kedatangan pihak keamanan kampus, hanya empat orang mahasiswa yang ada di dalam posko. Melihat pihak keamanan datang ke tempat mereka, mahasiswa langsung meminta surat perintah dari rektorat. Namun petugas keamanan tidak dapat menunjukkan surat pembongkaran. Pihak mahasiswa sempat menghubungi Pembantu Rektor (PR) III, Rusli yusuf untuk memastikan adanya perintah mengenai pembongkaran posko, namun Rusli menyatakan kalau memang tidak ada izin, pihak keamanan berhak menertibkannya.

Untuk memastikan adanya perintah pembongkaran dari pihak rektorat, Rusli yang dihubungi DETaK via telepon mengatakan tidak mengetahui perihak pembongkaran posko tersebut. “Kalau memang pendirian posko tidak ada izin, pihak keamanan berhak menertibkannya,” ujarnya.

Pihak mahasiswa menuding kedatangan tim gabungan satpam dan menwa itu merupakan instruksi dari rektorat, karena mereka (pihak rektorat) tidak menerima kritikan yang diperlihatkan dengan pembongkaran paksa itu. Tidak diketahui secara pasti siapa nama oknum yang memerintahkan pembongkaran posko yang didirikan empat hari lalu itu. semua petugas keamanan yang datang ke tempat kejadian saling lempar tanggungjawab. “Mereka cuma bilang kalau pembongkaran itu merupakan instruksi atasan, tapi mereka tidak menjelaskan siapa atasan yang dimaksud,” ujar Maulana Ridha, koordinator aksi (korlap) di lokasi posko didirikan.

Sebelum terjadinya pembongkaran, petugas keamanan sempat adu mulut dengan mahasiswa, namun tidak ada perlawanan yang berarti dari pihak mahasiswa. “Karena kami hanya ada empat orang, jadi kami tidak (bisa) melawan,” kata Maulana.

Sesaat kemudian, petugas keamanan yang didominasi menwa itu langsung membongkar posko secara perlahan. Saat proses pembongkaran berlangsung, mahasiswa langsung berorasi secara bergantian di depan posko dan berjalan kaki mondar-mandir ke jalan di seputaran Simpang Galon. “Serdadu-serdadu kampus kembali membongkar tenda,” itu merupakan salah satu kalimat yang keluar dari mulut mereka saat berorasi. Mereka juga membandingkan kejadian ini dengan zaman Soeharto dulu. “Apa bedanya zaman Soeharto dengan sekarang, kalau begini kenyataannya!” pekik Irham, salah seorang demonstran dalam aksi tersebut.

Tak berhenti di situ saja, pihak keamanan juga ingin berniat mengantarkan tenda-tenda hasil pembongkaran itu kepada Dinas Sosial (Dinsos) selaku pemiliknya. Namun, pihak mahasiswa langsung merespon hal itu dengan tegas agar tenda tidak dikembalikan ke pemiliknya dan tetap tingga di tempat.

Tak lama kemudian, pihak keamanan kampus meninggalkan tempat kejadian. Namun, pihak mahasiswa tetap berada di lokasi pembongkaran dan duduk bersama mendiskusikan perihal kejadian tersebut. Sekira pukul 00.00 wib mahasiswa kembali mendirikan tenda di tempat yang sama. Namun hanya satu tenda saja yang dipasang, sedangkan tenda satu lagi tidak dapat dipasang karena salah satu penopang tenda sudah patah saat dibongkar oleh pihak keamanan.

Tidak berhenti di situ, pihak kemanan kampus juga merobek kertas yang ditempel mahasiswa di dinding gerbang Simpang Galon. “Pas saya bangun jam setengah tujuh pagi tadi, kertas itu tidak ada lagi,” ujar Maulana seraya menunjuk ke arah gerbang Simpang Galon yang dimaksud.

“Pendirian kembali tenda yang sudah dibongkar oleh pengaman kampus merupakan wujud eksistensi teman-teman dalam memperjuangkan kampus yang bebas dari politik.”

***

Senin, 5 Desember 2011 pukul 08.00 wib. Sebelum pergi kuliah, mereka kembali berorasi di seputaran Simpang Galon serta membagikan rilisnya dengan tema “Transparansi Manajemen Pengelolaan Keuangan Publik” kepada mahasiswa dan pengguna jalan yang menuju ke arah kampus Unsyiah.

Tepatnya pukul 15.00 wib mereka mengadakan diskusi tentang transparansi manajemen pengelolaan keuangan publik dengan pemateri Askalani dari Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh selama satu jam.

Hingga sore menjelang, sebelum matahari terbenam, seperti biasanya mereka kembali berorasi di tempat yang sama, di gerbang Simpang Galon. “Ini kegiatan rutin kami,” tutur Maulana. []