Beranda Headline Darni: Aceh Perlu Perubahan!

Darni: Aceh Perlu Perubahan!

BERBAGI

Sayed Jamaluddin | DETaK

Iklan Souvenir DETaK


Bakal Calon Gubernur (Cagub) Aceh Periode 2012-2017, Darni M. Daud. (Foto: Sammy Khalifa/DETaK)

Banda Aceh – Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Prof. DR. Darni M. Daud, MA berpasangan dengan Dr. Ahmad Fauzi, Lektor Kepala pada Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry akhirnya resmi mendaftar sebagai bakal Calon Gubernur (Cagub) Aceh periode 2012-2017 di kantor Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Kamis (10/11/2011) sore.

Apa sebenarnya ihwal yang melatarbelakangi Darni yang sampai saat ini masih aktif menjabat sebagai Rektor Unsyiah untuk maju bersama pasangannya sebagai salah satu kandidat menuju Aceh I (Gubernur Aceh)? Berikut petikan wawancara langsung DETaK dengan Darni M. Daud pada Jumat (11/11/2011) di Darni M. Daud Center, Bathoh, Banda Aceh:

Apa yang memotivasi Anda maju sebagai Calon Gubernur (Cagub) Aceh?

Ya, saya maju sebagai Cagub karena saya lihat Aceh perlu perubahan dan itu hanya bisa berlangsung jika ada pemimpin yang dapat melakukan hal tersebut (perubahan, -red) dan bisa menjadi motor bagi perubahan itu, jadi karenanya saya maju sebagai salah seorang calon dengan pasangan Dr. Ahmad Fauzi. Saya dari Unsyiah, Ahmad Fauzi dari IAIN Ar-raniry mewakili jantong hatee rakyat Aceh. Jadi, kami ingin membuat perubahan, karena kalau kita lihat selama ini seharusnya Aceh bisa lebih baik, tetapi toh itu tidak terjadi. Jadi kami harus maju, karena sebagai Rektor Unsyiah, saya wilayahnya hanya di Universitas, kalau sebagai gubernur bisa langsung membantu masyarakat. Itu memang kebutuhan masyarakat Aceh untuk lebih mampu menatap masa depan yang lebih mencerahkan, punya harapan dan ada sesuatu yang bisa dikontribusikan untuk pembangunan Aceh yang lebih berharkat dan bermartabat.

Apakah civitas akademika Unsyiah mendukung Anda maju sebagai Cagub?

Saya lihat mereka juga punya hati nurani dan mereka tiap hari menyampaikan pesan untuk saya, pihak rektor harus maju dan itu Alhamdulillah. Kalau saya tidak maju mungkin ada (kandidat) lain yang maju, tapi karena saya maju, maka mereka (kandidat lain, -red) tidak maju. Saya menangkap itu adalah sinyal mereka mendukung saya. Yang lain-lain juga saya melihat cukup banyak yang memberi dukungan. Karena pengalaman juga, dulu mantan rektor dan kemudian menjadi gubernur rata-rata sukses, jadi kami ingin membangun dengan sukses pula di masa yang akan datang. Sudah saatnya Aceh butuh pemimpin yang bisa melakukan perubahan.

Kalau pemimpin dalam pemerintahan sebelumnya, bagaimana tanggapan Anda?

Saya tidak mau memberi komentar kepada pemimpin yang lalu. Kalian itu yang lebih tahu. Yang saya lihat di pedesaan banyak sekali orang miskin, jalan-jalan banyak sekali yang tidak dibikin bagus, tingkat pendapatan masyarakat tidak ada perubahan atau biasa-biasa saja. Yang ada prubahan hanya segelintir saja. Kita harus melakukan perubahan untuk semua, jadi kemajuan untuk semua bukan hanya orang-orang yang dekat dengan pemerintahan dan sebagainya. Aceh ini semua harus merasakan at home (seperti di rumah sendiri, -red), di mana tempat mereka hidup semua harus mendapatkan perlakuan yang sama. Jangan ada praktik atau hal-hal yang yang diskriminatif apalagi tidak ber-akhlakul karimah (berakhlak mulia, -red).

Bagaimana dengan status Anda sendiri yang sekarang masih menjabat sebagai Rektor Unsyiah?

Kami akan mengikuti ketentuan yang berlaku, bagaimana ketentuan itu kita akan ikuti saja.

Apakah nonaktif atau mungkin mundur dari jabatan Rektor?

Ketentuan yang ada akan saya pelajari dan yang sudah-sudah termasuk Irwandi (Gubernur Aceh –red) juga mengambil cuti. Insya Allah kami juga akan melakukan itu. Kami akan pelajari ketentuan tersebut. Memang jabatan Rektor itu agak unik. Dia dipilih oleh senat universitas, hampir sama dengan jabatan politik, tetapi dia bukan jabatan politik, (hanya) tugas tambahan. Kalau (dalam ketentuan disebutkan) tidak perlu mundur, kami tidak mundur, kalau memang harus mundur, saya akan mundur, tidak ada masalah itu.

Kalau nanti Anda terpilih sebagai gubernur, apakah Anda akan mundur dari jabatan Rektor?

Ya, nggak bisa dong jadi gubernur, (tapi) jadi rektor juga. Jadi rektor sangat sibuk itu, gubernur juga. Saya ‘kan sudah jadi rektor periode kedua, tidak boleh maju lagi periode ketiga. Kalau pun dibolehkan lagi, saya sudah cukup jadi rektor. Pangkat sudah IV/e, gelar Professor, Doktor sudah habis (disandang). Jadi, maju ke dunia politik karena memang ada harapan untuk memajukan Aceh.

Di Unsyiah juga sudah cukup banyak (akademisi bergelar) Doktor dan Professor. Banyak pengganti (jabatan Rektor), jadi kami juga akan serahkan kepada mekanisme hukum yang berlaku. Kalau untuk sementara, mungkin juga ada Pj (Penanggungjawab, -red) di Unsyiah.

Apa saja perkembangan di Unsyiah selama Anda menjabat sebagai Rektor?

Anda tahu ‘kan, dari tidak ada menjadi ada. Dulu anda lihat kampus Unsyiah bagaimana dan sekarang bagaimana.

Contohnya?

Banyak sekali itu. Mulai dari pembangunan fisik sampai dengan program-program yang berkaitan dengan pengembangan Sumber Daya Manusia. Gedung-gedung juga sudah banyak dibangun, termasuk gedung rektorat sendiri yang (dulunya sudah) hangus terbakar. Dulunya yang tidak ada bantuan (dari dalam dan luar negeri), lalu kami mencari bantuan dari Amerika Serikat, mereka akhirnya membantu dan Taiwan juga ikut membantu untuk pembangunan gedung ICT (Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi, -red). Kemudian ada gedung Lab School dan gedung-gedung lainnya juga telah kami bangun. Tidak mungkin saya sebutkan satu-persatu. Kemudian banyak juga program-program riset, dapat bekerjasama dengan berbagai pihak, beasiswa dan program lainnya. Beasiswa untuk program master dan doktor. Sebenarnya kalau dihitung semua jumlahnya triliunan rupiah, itu dari (sebelumnya) yang tidak ada.

Bagaimana dengan praktik transparansi di lingkungan civitas akademika Unsyiah sendiri?

Itulah. ‘Kan semuanya sesuai dengan sistem. Sistemnya sudah ada. kadang orang-orang tidak paham benar apa itu transparansi. Kalau kita tidak mengikuti sistem itu, justru kita yang ditangkap. Di universitas itu dananya sangat terbatas sekali, programnya banyak dan itu sudah diplotkan (sesuai kadarnya). Ada dana sekian ratus miliar, jelas yang pertama untuk gaji. Gaji itu masuk ke rekening dosen dan pegawai, dan itu tidak boleh dipotong satu rupiah pun. Karena sistemnya dengan perbankan langsung, itu transparan! Program-program yang lain, seperti program nyata juga ada. Saya tidak bisa memanipulasinya karena hal tersebut sudah diatur dengan baik, itulah transparansi. Jadi, saya kira semua sudah lancar. Cukup transparan, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. []