Beranda Artikel Sekilas Mengenai Patahan, Ancaman yang Menjadi Misteri

Sekilas Mengenai Patahan, Ancaman yang Menjadi Misteri

Gempa yang terjadi di Aceh pada tahun 2004 silam.(Sumber: merdeka.com)

Berada di zona patahan menjadi salah satu ancaman bencana alam yang sangat besar bagi semua kalangan, terutama masyarakat yang tinggal di kawasan zona patahan aktif. Wilayah Indonesia yang berada di antara pertemuan lempeng menyimpan sejuta dampak positif dan negatif. Para ahli telah mengemukakan mengenai teori-teori bumi yang terdiri dari lempeng-lempeng aktif yang bergerak secara konvergen, divergen, dan transform.

Pulau Sumatra yang dikenal dengan patahan Semangko membentang dari Aceh di bagian Utara hingga ke Lampung di bagian Selatan. Pergerakan lempeng bumi menimbulkan rekahan yang menimbulkan patahan. Patahan Sumatra disebabkan oleh lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia yang bergeser (transform), serta adanya zona subduksi di bagian barat pulau Sumatra akibat pergerakan lempeng secara konvergen. Dampak dari kondisi alam ini dapat dilihat adanya bukit barisan yang
membentang sepanjang pulau Sumatra.

Patahan Sumatra terdiri dari beberapa segmen. Untuk wilayah Aceh terdiri dari segmen Aceh, Tripa, dan Seulimeum. Proses tektonik yang bekerja pada suatu wilayah mempengaruhi tektonik di wilayah itu sendiri. Akibat aktivitas tektonik yang sering terjadi, diperlukan sebuah analisa pola pergeseran dari tumbukan antar lempeng pada zona subduksi dan pergeseran dari sesar. Patahan yang membentang dari Sumatra Utara sampai Sumatera Selatan yang dinamakan Sumatran Fault Zone (SFZ).

Salah satu kasus gempa bumi yang terjadi akibat patahan adalah gempa di perairan Mentawai 2 Maret 2016. Hasil plot episenter yang dilakukan oleh badan meteorologi Amerika Serikat (USGS), gempa di Mentawai, 2016 terjadi di lempeng Indo-Australia dengan mekanisme sumber berupa sesar atau patahan geser kiri dengan arah 184o North (utara) dan bidang kemiringan 90o. Gempa bumi merupakan salah satu aktivitas tektonik yang menimbulkan rekahan-rekahan.

Bencana besar yang melanda Sumatra wilayah Aceh 26 Desember 2004 silam menjadi fokus dunia. Harapan dan tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan pemahaman suatu proses bencana yang mungkin akan terjadi, untuk dapat mengurangi kerentanan terhadap bencana tersebut. Banyak hal yang harus dipahami dari kejadian ini, baik itu bagi para pengkaji bahkan masyarakat awam sekalipun.

Keberadaan patahan Sumatra memang sudah di perkirakan oleh para ahli geologi yang sudah tertuang pada peta geologi pulau Sumatra. Namun, patahan ini menjadi lebih dikaji setelah kejadian gempa bumi dahsyat yang terjadi di Aceh tahun 2004. Selain itu, gempa dengan skala yang besar juga terjadi di Nias tahun 2005, Bengkulu tahun 2007, Sumatra Barat tahun 2009. Tahun 2010 gempa yang berpusat 5 kilometer Tenggara Sinabang Sumatra Utara, kemudian gempa bumi yang terjadi di pantai Barat Sumatra pada tahun 2012. Serta di Aceh pada 2 Juli 2013 (Aceh Tengah) dan 7 Desember 2016 (Pidie Jaya).

Dapat di klasifikasikan bahwa setiap harinya terjadi gempa dengan skala kecil (microseismic) dengan skala <5SR yang tidak dapat dirasakan oleh manusia, namun dapat di rekam oleh sensor gempa bumi (seismograf). Ini dapat terjadi karena lempeng-lempeng yang terus bersifat aktif. Oleh sebab itu, masih perlunya kajian mendalam mengenai kemungkinan adanya sesar-sesar aktif yang belum di petakan secara detil.

Keterlibatan dari semua pihak sangat di perlukan baik pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam upaya-upaya kesiap-siagaan dan mitigasi bencana untuk mengurangi risiko yang terjadi. Resiko yang terjadi dapat berupa korban jiwa, kerugian harta benda, infrasutruktur, maupun sektor-sektor lain yang mengganggu stabilitas perekonomian hingga politik dan kehidupan masyarakat secara umum.

Dikatagorikan sebagai bencana apabila suatu peristiwa alam yang menimbulkan kerentanan dan dampak yang buruk bagi makhluk hidup. Ancaman yang dapat terjadi karena berada di zona patahan dapat berupa gempa bumi, tanah longsor dan lain sebagainya. Tidak hanya dampak negatif, patahan juga memiliki dampak positif. Umumnya daerah patahan merupakan daerah yang subur sehingga banyak masyarakat yang tinggal dan bercocok tananam di daerah tersebut. Keberlimpahan air, dimana air merupak kebutuhan pokok makhluk hidup.

Untuk wilayah Aceh kejadian gempa bumi sudah lumrah adanya, karena sudah sering terjadi sejak zaman dahulu kala. Masyarakat Aceh tentu tidak asing lagi dengan kata gempa bumi dan Tsunami. Kejadian yang maha dahsyat yang pernah merusak kota Banda Aceh di masa lalu dapat dipastikan patahan Sumatra merupakan ancaman yang besar. Namun dapat dicegah dengan meningkatkan pengetahuan mengenai bencana alam.[]

*Penulis bernama Intan Maharani. Ia merupakan Mahasiswa Program Studi Teknik Geofisika, Fakultas Teknik, Universitas  Syiah Kuala, Banda Aceh.

Editor: Mohammad Adzannie Bessania