Beranda Artikel Mengolah Limbah Kakao Menjadi Vermikompos di Desa Saree Aceh

Mengolah Limbah Kakao Menjadi Vermikompos di Desa Saree Aceh

Limbah kulit buah Kakao yang belum dimanfaatkan di Desa Saree, Aceh. (Dok. Panitia)

Artrikel |DETaK

Aceh – Limbah kulit buah Kakao merupakan hasil sampingan Agroindustri perkebunan Kakao rakyat di desa Saree, Aceh.  Limbah ini belum dimanfaatkan dan terbuang percuma.  Limbah ini merupakan bahan baku yang sangat potensial sebagai pupuk organik vermikompos.

Vermikompos  adalah  kompos  yang  diperoleh  dari  hasil perombakan bahan-bahan organik oleh cacing tanah yang memiliki keunggulan, yaitu komposisi nutrisi yang dikandungnya lebih lengkap dibandingkan dengan pupuk kompos lainnya serta ramah lingkungan.  Vermikompos mengandung hara makro dan mikro serta zat pengatur tumbuh yang sangat dibutuhkan oleh tanaman.  Hasil olahan vermikompos ini dapat digunakan sebagai pupuk pada budidaya tanaman jagung manis di desa Saree.

Pengolahan limbah ini merupakan kegiatan pengabdian masyarakat sebagai salah satu implementasi dari tridharma perguruan tinggi.  Tujuan kegiatan ini adalah mengolah limbah Kakao yang selama ini telah menjadi permasalahan yang meyebabkan sanitasi lingkungan yang kurang baik.  Kulit buah Kakao yang telah diambil bijinya menumpuk di lahan perkebunan dan menimbulkan dampak buruk seperti pencemaran  dan tanah,  media berkembangnya nyamuk malaria, dan kehadiran hama lalat buah yang menjadi perantara perpindahan penyakit pada perkebunan Kakao.

Kegiatan ini telah dilaksanakan sejak Februari hingga September 2018 dengan melibatkan kelompok Tani Mitra yang ada di desa Saree.  Hasil yang diperoleh dari kegiatan ini adalah Tim Pengabdi dari Fakultas Pertanian telah berhasil mengaplikasikan pupuk organik vermikompos pada lahan budidaya jagung manis dan memberikan hasil yang maksimal. Penggunaan pupuk vermikompos secara langsung dapat menghemat biaya pemupukan sebesar 30-40%. Kegiatan ini juga mendukung upaya untuk terlaksanannya pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) dengan memanfaatkan semua potensi lokal yang ada. []

Artikel ini ditulis oleh Halimursyadah, Jauharlina, dan Nurhayati yang merupakan Dosen Prodi Agroteknologi  dan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.

Editor: Fazrina Nabillah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here